harga genset honda

Hapuskan PEMILU (PILEG)!!!


Menarik, sampai pada hari ini saya fikir pembahasan mengenai sistem pemilihan parlemen kita memang adalah sesuatu yang begitu penting untuk kembali digalakkan. Barangkali saja, ada sudut pandang yang memiliki kesamaan dan bisa memberikan peluang untuk memperbaiki parlemen kita.

Mengawali uraian pemikiran saya terhadap sistem PILEG (pemilihan legislatif) yang ada sebenarnya antara pemilihan langsung kepada orangnya ataupun partainya memiliki kelemahan masing-masing. Apatah lagi kesadaran politik yang terjadi di negara ini adalah apa yang pernah terjadi jauh sebelum masehi di Yunani yang disebut oleh Plato sebagai “Oligarki Politik”. Ini kenyataannya, dimana hari ini kita melihat betapa pongahnya sebagian besar wakil rakyat di parlemen. Satu contoh, kasus penolakan terhadap kenaikan BBM yang kemudian berujung voting dimana jikalau dilihat bahwa lebih dari separuh rakyat Indonesia menolak itu. Tapi sepertinya yang terjadi di parlemen dengan voting membuktikan bahwa anggota legislatif mengikuti suara partainya. Jadi, saya fikir mengenai makna “anggota legislatif yang idealis” disini pun tetap akan baur dengan mayoritas anggota dan tetap akan terabaikan.Karena sesungguhnya yang ada di parlemen kita hari ini bukan mewakili masyarakat konstituennya tapi partainya (kalaupun ada yang mencoba mangkir dari keputusan partai maka akan dipecat dari partai dan digantikan oleh yang lain yang akan tunduk dengan keputusan partai. Lihat saja, Yenni Wahid dan beberapa yang lain saat bertentangan dengan partai pada voting pemutusan kenaikan BBB dan Century).

Sebenarnya, boleh dikata kita seharusnya telah muak dengan semua ini. Tampaknya Para Profesor ahli Tata Negara dan Politik pun saya kira tak mampu menunjukkan eksistensi dari gelar yang diraihnya. Apatah lagi bahwa adopsi sistem multipartai juga telah berhasi memberi sumbangsi yang besar atas semua permaslahan yang mendera negara ini. Lalu apa? tetap saja menurut analisis saya bahwa kejadian serupa (Oligarki Politik) akan tetap ada dengan sistem pemilihan yang demikian (Apakah dengan memilih partai langsung ataupun anggota Legislatifnya). Karena pada akhirnya segenap anggota DPR akan tunduk pada Fraksi mereka masing-masing ketika terpilih sebagai anggota Dewan, ditambah lagi tidak ada UU yang mengatur atas hak (tetap menjadi anggota DPR bagi yang membelot dari keputusan Partai, untuk membela kepentingan Rakyat). Lagi pula, kebanyakan sistem pemilihan Calon Legislatif untuk beberapa Partai (bahkan hampir semua) bukan lagi pada kualitas kepemahaman dari calon itu, tapi sejauh mana calon anggota itu mampu menjadi lumbung suara bagi partai. Dan tampaknya, ini menjadi hidangan menarik bagi beberapa orang (yang sebenarnya tak memiliki kualitas untuk duduk di Parlemen) untuk ikut berpartisipasi di partai tersebut dan terjadilah transaksi politik dini (yaitu, adanya sejumlah dana yang dibayarkan kepada Partai untuk bisa menduduki posisi no.urut dalam pemilu legislatif, dan bagi saya ini indikasi korupsi untuk masa-masa yang akan datang). Sebagai bukti, di beberapa daerah artis-artis, pengusaha, dan keluarga dari pimpinan partai ikut nimbrung dalam bursa pemilihan legislatif yang dimana secara kualitas masyarakat sudah bisa mengukur kinerja mereka). Akhirnya sebagai dampak dari itu dimulailah black campaign, money politik dan segala bentuk kecurangan dalam pemilu.

Bukan hal yang mudah memang melihat masalah ini.

Namun, bagi saya (ini sudut pandang saya dari hasil kajian dan diskusi) justru akan lebih bijak jika pemilihan legislatif ditiadakan (baik memilih orangnya langsung ataupun partainya). itu hanya menghabiskan banyak anggaran Negara dan cenderung menimbulkan kericuhan karena prosesnya memang sedari awal sangan rentan untuk terjadi kericuhan. Olehnya itu, solusi yang menurut saya tepat adalah kembali ke dasar negara (Pancasila, sila ke-4 khususnya) dan UUD 1945. Dimana disana tak perlu ada pemilihan legislatif untuk parlemen tapi keterwakilan penuh masyarakat (setiap golongan) di Parlemen. Misalkan, ada beberapa ORMAS yang ada di masyarakat. Nah, ORMAS-ORMAS ini saja yang kemudian memilih keterwakilannya dalam Parlemen (Barangkali ini akan menjadi bentuk partai modern). Dimana pada akhirnya setiap warga negara yang terdaftarkan namanya di Kartu Tanda Penduduk wajib memilih salah satu dari ORMAS yang ada untuk ikut berperan aktif di dalamnya (jadi kecendrungan Golput rendah). Untuk masalah teknisnya inilah yang kemudian harus diatur kembali dalam UU negara ini, yang jelas intinya adalah setiap warga negara bebas berserikat dan membentuk kelompoknya sesuai dengan kepentingannya masing-masing agar terwakili di Parlemen. Nah, untuk pengesahan ORMAS ini harus menjadi ORMAS yang menasional dan memiliki perwakilan di tiap daerah bahkan desa/lurah masing-masing sehingga ini akan lebih mengetahui kondisi masyarakat lebih dalam lagi. (Contoh, ORMAS yang dibentuk adalah ORMAS dari kaum buruh, mereka yang peduli terhadap buruh ini bisa mendidikasikan diri untuk terjun ke ORMAS ini dan mewakilinya di parlemen. ORMAS keagamaan, kepemudaan dan wanita pun harus terwakili disini dengan kriteria ditetapkan jumlah anggotanya sehingga bisa dikatakan ORMAS yang bisa memiliki wakil di Parlemen). Nah, selanjutnya untuk masalah siapa yang akan duduk di Parlemen adalah ORMAS itu sendiri yang menentukannya dengan bermusyawarah. Karena tentu saja sebagaimana tadi wajibnya setiap warga negara menjadi anggota dan memilih ORMAS yang dianggapnya cukup mewakili dirinya dan harapannya di Parlemen, warga akan lebih yakin terwakili oleh ORMASnya ketimbang dengan pemilihan langsung yang kadang memasang wajah-wajah (orang-orang) yang sama sekali tidak dikenali masyarakat. Sehingga bagi masyarakat tidak ada wadah untuk menggugat jikalau suatu hari anggota legislatif yang dipilinhya tidak sesuai harapan dan janjinya dikarenakan tidak ada bukti otentik bahwa mwarga ini yang memilihnya. hal ini berbeda dengan warga negara yang bergabung dalam ORMAS, apabila ada anggota parlemen dari ORMASnya yang tidak menjalankan harapan dari anggota ORMAS maka sebagai anggota (memiliki bukti otentik kartu anggota, misalkan) berhak dan berwenang untuk melaporkannya kepada pihak yang berwenang di ORMASnya untuk ditindaklanjuti. Saya fikir fungsi kontrol masyarakat disini lebih ketat. Berikutnya, cost politik yang menjadi satu maslaah yang cukup serius (sehingga menjadi benih korupsi) bisa ditekan oleh masing-masing ORMAS dan anggota parlemen apatah lagi negara tak perlu mengeluarkan anggaran yang besar untuk penyelenggaran PEMILU. Tinggal menetapkan komposisi dari tiap ORMAS tentang berapa orang yang mewakilinya sesuai dengan jumlah anggota yang terdaftar.


Mari fikir bersama!!!



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/20/hapuskan-pemilu-pileg-611413.html

Hapuskan PEMILU (PILEG)!!! | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar