harga genset honda

Regenerasi Kepemimpinan Bangsa


Menghayati 15 tahun reformasi, kita mendapat kenyataan bahwa republik ini masih pontang-panting menuju negara yang berkeadilan dan makmur. Padahal reformasi bahkan telah lebih satu dasawarsa. Satu dasawarsa dapat dianggap sebagai cermin perubahan terjadi sebagaimana cita-cita reformasi itu sendiri. Namun sayang, dalam kurun hampir serupa dengan waktu tiga periode kekuasaan presiden tak kelihatan juga buah reformasi.


Buah reformasi yang ada masih sebatas hal-hal yang belum esensial. Katakanlah menyoal kesejahteraan tiap-tiap warga negara atau menyangkut hukum yakni keadilan masih tidak kelihatan tanda-tanda perbaikan. Kejahatan-kejahatan masa lalu belum dituntaskan, para pelanggar HAM tidak diadili. Lebih ironisnya lagi, justru pemerintah kini melakukan pembiaran terhadap kasus-kasus menohok seperti pelanggaran HAM dan sebagainya.


Keadilan sama sekali tidak berjalan fungsional. Sekadar gambaran ketika seseorang memaling ayam lalu kemudian diadukan, maka sanksi terhadap maling ayam biasanya diberikan tidak setimpal. Ketika nenek tua miskin mencuri kakao maka hukumannya juga dijatuhkan berat. Atau remaja pencuri sandal oleh hakim akan dijatuhi hukuman yang membuat keadilan terasa menyakitkan bagi kaum lemah. Sementara orang terdakwa melakukan korupsi diberi sanksi seringan mungkin. Atau ketika beberapa oknum aparat bermain fisik terhadap warga, seperti di perkebunan-perkebunan, biasanya tidak ada tindakan penegakan hukum di dalamnya. Singkatnya, hukum di Indonesia tercinta itu laksana tegaknya pisau, tumpul untuk kalangan atas, menusuk tajam kalangan bawah atau kaum lemah.


Inilah salah satu buah reformasi yang kita petik sampai hari ini merupakan kelanjutan dari kisah masa lalu sebelum era reformasi. Dan juga kebebasan yang terasa hari ini sebagai buah lain dari reformasi itu yang dianggap terpenuhi telah menjadi semu. Bahkan liar. Karena itulah demokrasi kita masih amburadul.


Produk lama


Hal ini terjadi karena yang mengendalikan reformasi itu merupakan orang-orang lama dengan mental tidak jauh berbeda. Mereka inilah yang mengombang-ambingkan perjalanan bangsa ini di atas candu kekuasaan. Mereka tidak mementingkan negara sebagai keharusan sebagai pemegang tampuk kekuasaan di republik ini yang jelas merupakan milik rakyat. Buta melihat bangsanya sendiri yang selama ini telah diperjuangkan oleh rakyat lepas dari cengkeraman penindasan sejak dari asing (kolonial) hingga dari dalam (otoritarian orde baru).


Rakyat bersimpuh darah dan keringat dan tenaga luar biasa dalam membela bangsa dan negara ini dari intervensi bahkan bayang-bayang kekuasaan asing secara laten yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa Indonesia. Perjuangan demi perjuangan tiada hentinya oleh rakyat demi menjaga keutuhan dan mengimpikan kemakmuran bersama. Artinya, apa saja diperbuat oleh rakyat untuk negeri ini. Terakhir reformasi lahir setelah menggulingkan rezim otoriter yang menindas rakyat dengan tangan besi dan sebagainya semuanya untuk Indonesia.


Akan tetapi sayang seribu sayang, elit-elit yang berkuasa ternyata belum memandang perjuangan itu mutlak demi kecintaan terhadap NKRI. Demikianlah karena orang-orang yang membawa nasib reformasi ini sampai sekarang masih merupakan orang lama. Cap lama menginformasikan kepada kita bahwa terbukti sampai sekarang arah reformasi kita telah dibajak mentah-mentah oleh mereka yang masih bermental inlander dan apalagi feodal. Sikap seperti inilah yang terutama menjadi rintangan bagi negara ini untuk maju. Lihatlah sehari-hari di koran, tabloid, dengar di radio atau simak berita di televisi-televisi tidak kurang dalam sehari pasti menyangkut korupsi. Sungguh korupsi telah menjadi musuh yang belum terselesaikan bahkan terus meroket. Grafiknya selalu naik. Belum lagi perilaku pejabat yang kerjanya jauh dari sikap negarawan atau ksatria bangsa.


Sementara pemberantasan korupsi pun masih belum menjadi sebuah keseriusan dari pemerintah. Sebagai salah satu tuntutan reformasi yang sangat vital seyogianya tindakan pemberantasan terhadap korupsi harus dilakukan secara revolusioner. Korupsi adalah penyakit akut bahkan adalah kejahatan luar biasa. Artinya, kita tahu korupsi sebagai kejahatan luar biasa, maka pemberantasannya pun seyogianya haruslah luar biasa atau revolusioner. Sebagai contoh di Cina misalnya, hukuman bagi koruptor itu adalah hukuman mati. Seperti inilah yang disebut memberantas dengan cara luar biasa. Serius.


Tapi sekali lagi kejahatan luar biasa pun tidak mampu diatasi lagi-lagi karena reformasi telah dikhianati. Inilah ulah para orang lama yang bertopeng reformasi. Kepemimpinan tidak hadir sebagai jawaban terhadap tuntutan reformasi. Padahal telah dilakukan secara demokratis melalui pemilihan umum. Bahkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono menjabat sampai dua periode yang kita kenal dengan Jilid I dan II-nya. Namun, sampai sekarang kepemimpinan sang presiden tidak lebih hanya sebagai pengikut, tidak berani berbuat menaggung risiko. Sungguh sangat disayangkan si presiden tidak menjadi pelayan bagi rakyat—sekalipun tidak berbuat kejahatan bagi rakyat selama kepemimpinannya—secara birokratis tetap saja menjadi penindas.


Bercokolnya orang lama bahkan sampai di tingkat eksekutif membuat mandegnya tuntutan reformasi. Akhirnya inilah kelemahan ketika reformasi digulirkan. Tidak ada pemimpin yang kredibel untuk mengawalnya sampai akhir, kecuali rakyat. Itu pun tidak memberikan pengaruh kuat terhadap sistem yang hingga saat ini diarahkan memonopoli kekuasaan untuk menindas. Rakyat belum memiliki kekuatan sebagai daya tawar politik bagi pemegang arah reformasi saat ini.


Regenerasi


Untuk itu saatnyalah kini negeri ini menentukan siapa pemimpinnya. Pemimpin yang visioner, inspiratif, dan transformator yang akan membawa negara menuju bangsa yang besar dan disandingkan sejajar bersama negara maju lainnya di dunia. Inilah yang harus menjadi pilihan utama rakyat.


Regenerasi kepemimpinan ini tentu saja ditujukan demi keutuhan bangsa yang telah dirong-rong oleh keserakahan atas kepentingan pribadi dan golongan. Dan juga regenerasi ini mempertegas bahwa reformasi yang diperjuangkan mahasiswa bersama rakyat adalah titik sentrum menuju perubahan yang asasi dan mulia bagi bangsa dan negeri ini. Inilah yeng akan menjawab permasalahan bangsa kita ke depan dimulai dari perbaikan karakter. Selain itu, juga berkebudayaan yang menjadi ciri khas sebagai bangsa Timur dan sebagainya. Semuanya diawali dari regenerasi kepemimpinan yang tidak cengeng menjadi revolusioner. Dalam artian, pemimpin itu menghargai bangsanya sehingga ia akan mengikutsertakan rakyatnya membangun bangsanya menuju perubahan yang reformatif.


Regenerasi kepemimpinan saatnya pula menjadi momentum perubahan dan karena itu rakyat harus telah melek politik. Melek politik adalah keharusan bagi kita sebagai massa yang besar agar sadar sesadar-sadarnya. Kita jelas bukanlah bangsa kuli yang hanya layak diupahi secara outsourching. Kekuatan rakyatlah yang menentukan dan dengan demikian mengangkat pemimpinnya sendiri. Itulah kiranya menjadi momentum reflekasi dari reformasi setelah 15 tahun berselang. Kita melakukan regenerasi kepemimpinan pertama dari “cap” lama ke yang baru menurut kriteria rakyat.




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/25/regenerasi-kepemimpinan-bangsa-614073.html

Regenerasi Kepemimpinan Bangsa | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar