harga genset honda

Pilpres 2014: Lelucon Praktik Politik Koorporatif



13854147811087558246

sumber:www.kpu.go.id



Diberlakukannya ambang batas Pemilihan Presiden (Pilpres) sejak Pilpres 2004 hingga Pilpres 2009 sejatinya merupakan ancaman bagi perjalanan dan masa depan demokrasi. Betapa tidak, dengan adanya ambang batas itu, presiden sesungguhnya tidak secara utuh dihasilkan oleh kehendak rakyat, melainkan oleh kelompok partisan, atau partai politik yang mengusungnya.


Belum lagi bila ditinjau dari besarnya persentase ambang batas yang ditetapkan, yang sampai mencapai angka 20 persen perolehan kursi Parpol di parlemen. Hal ini, secara substantif dapat dibilang manipulasi demokrasi, dimana rakyat nyatanya diberi kesempatan memilih presiden hanya atas dasar kehendak Parpol. Meminjam opini Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, ada konsekwensi tidak terlihatnya secara utuh kompetensi dan kapabilitas kandidat dalam proses seleksi capres. “Kalau pilpres dengan pileg diserentakkan, maka ambang batas pencalonan presiden dengan sendirinya terhapus. Karena ambang batas itu tidak relevan, tidak masuk akal, dan merupakan anomali dalam praktik presidensial,” kata Syamsuddin di Jakarta, Senin 25/11 (http://www.sumeks.co.id)



Dengan demikian, bila ambang batas masih tetap diberlakukan, hemat saya, Pilpres 2014 tak lain hanya kelanjutan lelucon dalam praktik politik koorporatif. Dan, sudah pasti, pemenangnya adalah “tokoh wayang” partai politik yang sulit dipungkiri terhindar dari sahwat kepentingan kelompok politiknya. SBY, misalnya, pada akhirnya bukan hanya seorang Presiden yang dikenal santun dan bersih, melainkan juga Ketua Umum Partai Demokrat yang kini sedang parah-parahnya mengindap penyakit “kanker korupsi”.


Ke depan, rakyat Indonesia membutuhkan seorang pemimpin sekaligus kepala negara yang tidak lagi ambil pusing dengan kepentingan partai politik, tetapi benar-benar berjuang hanya untuk sebesar-besar kepentingan rakyat seluruhnya.


Oleh karena itu, Undang-Undang Pilpres perlu segera direvisi untuk tidak lagi memberlakukan aturan ambang batas (threshold), sehingga rakyat dapat secara langsung-utuh berkesempatan memilah dengan selektif calon presiden yang kompeten dan kapabel, untuk sekaligus memilih dan mendaulatnya.





sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/26/pilpres-2014-lelucon-praktik-politik-koorporatif-611268.html

Pilpres 2014: Lelucon Praktik Politik Koorporatif | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar