harga genset honda

Hilangnya Adat Budaya Kita


Indonesia negeri yang damai sentosa. Penduduknya ramah, menjunjung tinggi perilaku sopan santun, dan menganut paham saling menghargai sesama. Yang tua menyayangi yang muda, sebaliknya yang muda pun menghormati yang tua. Begitulah cerminan adat budaya bangsa Indonesia. Bangsa yang mendiami ribuan pulau di tenggara Asia. Sungguh Indonesia dikatakan surga, surga dengan kekayaan alamnya, keindahan panoramanya, keberagaman suku bahasa, dan keramahan masyarakatnya laksana malaikat dan bidadari yang mendiami nirwana.


Namun kini kepribadian bangsa kita yang termahsyur itu perlahan menghilang. Pelan namun pasti budaya itu terkikis oleh peradaban. Budaya globalisasi yang digadang-gadang membawa perubahan dan kemajuan rupanya melenakan dan menyeret kesadaran kita sehingga membuat kita terlupa pada budaya asli, kepribadian dan identitas bangsa. Negeri yang katanya damai sentosa kini dihiasi konflik di mana-mana. Berbagai alasan dilantunkan oleh tiap pihak yang bertikai demi membenarkan tindakan yang mereka lakukan. Keramahan masyarakat Indonesia juga tak lagi terlihat. Contohnya saja, budaya tegur sapa yang kian asing di masyarakat. Dengan tetangga sebelah rumah pun ketika berselisih jalan tak tampak segores senyum yang disedekahkan. Usahkan sapaan, malah asik jalan menunduk menatap layar Smartphone yang digenggam oleh kedua tangan. Sesekali senyum-senyum sendiri sampai tak sadarkan diri tertabrak tiang portal komplek perumahan.


Muda-mudinya tak lagi paham dengan budaya sopan santun. Kata sopan dan santun seolah tabu bagi mereka. Sosok orang tua harusnya dihormati, namun tak sedikit yang mencaci. Rasanya sudah tidak aneh lagi di zaman ini seorang anak berani melawan orang tuanya sendiri. Cerita Malin Kundang sudah tidak berfungsi untuk menakuti anak di zaman tekhnologi cerdas ini. Padahal dengan tegas dalam Firman_Nya Allah mengatakan bahwa sekedar mngucapkan kata “ah” saja dilarang. Apa lagi melawan, membentak, bahkan memukul. Tidak ada dalil yang membenarkan perilaku demikian. Orang tua pun juga tak bisa sembarangan memarahi anak. Salah-salah, bisa dipidanakan karena kini ada lembaga yang melindungi anak dari tiap kekerasan baik itu kekerasan yang dilakukan oleh orang tua si anak dengan alasan apa pun. Jika si anak tidak suka, ia bisa melaporkan orang tuanya sendiri kepada pihak yang berwenang dengan tuduhan tindak kekerasan.


Saat ini ramai diberitakan media berbagai kasus kekerasan terhadap anak. Pada umumnya kekerasan tersebut dilakukan oleh orang terdekat si anak. Sosok orang tua yang sewajarnya menjadi tempat berlindung malah menjadi momok bagi anak. Seorang ayah tega memperkosa anak kandung. Seorang ibu tanpa menyesal membunuh buah hatinya. Bermacam alasan penyebab yang mengakibatkan fenomena ini mereka lakukan. Lantas, ke mana lagi seorang anak akan berlindung? Kepada siapa anak mengadu? Kalau orang tua sendiri sudah tak lagi peduli dengan keberadaan dirinya sebagai seorang anak kandung.


Habis sudah adat budaya Indonesia. Penduduk yang katanya ramah, kini di mana-mana mereka mengangkat parang pergi berperang. Indonesia negeri Timur, namun perilaku berbusana masyarakatnya mengadopsi negara Barat. Di jalan-jalan, tempat umum, banyak dijumpai muda-mudi hingga orang dewasa beramai-ramai memamerkan paha dan dada. Wajar jika banyak kejahatan seksual yang terjadi di angkutan umum saat ini. Siapa yang salah? Jangan ditanya siapa yang salah. Karena sudah sulit membedakan benar dan salah di era emansipasi ini. Semua orang bebas berekspresi, semua orang bebas berkreasi. Tak jarang mereka memaksakan ketimpangan sebagai sebuah karya seni.


Begitu banyak adat budaya kita yang hilang. Orang Indonesia punya kebiasaan cium tangan kepada orang yang lebih tua. Lazimnya disebut “salim”. Anak-anak selalu mencium tangan Ayah dan Ibu ketika hendak bepergian. Hal ini merupakan bentuk rasa hormat dan penanaman rasa cinta kasih kepada orangtua. Selain itu, budaya cium tangan ini merupakan simbolisasi permintaan do’a restu anak kepada orang tua ketika mereka hendak bepergian. Umumnya ketika sang anak hendak pergi menuntut ilmu. Faktanya budaya ini mulai langka di masyarakat. Kebanyakan anak zaman sekarang usahkan mencium tangan, berpamitan pun tidak kepada orang tuanya ketika hendak bepergian.


Citra bangsa yang murah senyum dan rajin bertegur sapa mulai sulit ditemukan. Begitu juga dengan budaya gotong royong, sudah sangat jarang dilakukan terutama di perkotaan. Sering kita dengar kalimat, ”bukan urusan saya, masa bodoh, emang gue pikirin”. Begitu juga dengan konflik-konflik yang terjadi di masyarakat. Selalu diselesaikan dengan cara main hakim sendiri. Padahal seyogyanya masalah itu dapat diselesaikan dengan budaya musyawarah. Maka dari itu, kesadaran dan kepedulian generasi tua dan generasi muda saat ini sangat diperlukan. Yang tua segera sadar dan mengingatkan yang muda, dan yang muda mendengarkan dan menghormati pengajaran dari yang tua. Melestarikan adat budaya berarti melestarikan keberlangsungan hidup bangsa. Harus sampai kapan bangsa ini terlelap di tengah kebisingan zaman? Sudah saatnya kita menyadari kondisi bangsa yang tak lagi damai sentosa, penduduknya tak lagi ramah tamah, dan tak lagi menganut adat tenggang rasa. Dimulai dari pribadi dan lingkungan keluarga, bersama kita kembali menuju Indonesia yang sejatinya Indonesia.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/24/hilangnya-adat-budaya-kita-610798.html

Hilangnya Adat Budaya Kita | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar