harga genset honda

Kebijakan SJSN dan BPJS Dibiayai oleh Utang Luar Negeri


Melanjutkan tulisan saya sebelumnya, ada begitu banyak kejanggalan dalam rencana paksa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 1 Januari 2014. Hal ini menjadi pertanyaan besar, mengapa pemerintah terlalu bersemangat untuk melaksanakan kebijakan ini tanpa menggunakan analisis yang komprehensif tentang situasi dan kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia. Pada tulisan ini, saya mencoba menjelaskan bagaimana sistem jaminan sosial nasional (SJSN) dalam persiapannya (penyusunan undang-undang, sosialisasi, dan perencanaanya) dibiayai oleh utang luar negeri. Sungguh hal inilah yang sangat menyakitkan, kebijakan yang sangat baik bagi kesehatan bangsa harus diintervensi oleh kekuatan asing, sehingga pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi tidak merdeka.


Bukan mustahil bahwa BPJS akan bekerja sesuai pesanan ataupun kepentingan asing. Ini berdasarkan dugaan kuat bahwa lahirnya kebijakan JKN ini dibiayai oleh utang dari lembaga internasional yang bernama Asian Development Bank (ADB). Lembaga ini menyetujui pinjaman sebesar 1,4 Milyar US Dollar yang digelontorkan dalam 2 tahap untuk Program Tata Kelola Keuangan dan Reformasi Jaminan Sosial (Financial Governance and Social Security Program/FGSSR). Tahap I sebesar 250 juta USD diberikan pada periode 2002 -2003, sebagaimana tercatat di dalam dokumen ADB bernomor 33399 tahun 2001. Sebagian utang ini diperuntukkan untuk mendukung penyusunan UU SJSN. Jika kita anggap 1 USD = Rp 10 ribu maka utang kepada ADB adalah Rp 2500 triliun, jumlah ini 2 kali lipat dari APBN 2014 !! Belum lagi sisanya dalam tahap II yang memang diperuntukkan untuk restrukturisasi jaminan sosial.


Indonesia diwajibkan membayar bunga dengan biaya komitmen sebesar 0,75% per tahun dan front end fee sebesar 1%. Di dalam kesepakatannya, ADB berhak melakukan audit terhadap penggunaan utang dan melakukan validasi serta verifikasi terhadap kebijakan perizinan di Indonesia. Sebagai pelaksana penggunaan anggaran ini adalah kementerian keuangan yang saat itu dijabat Boediono. ADB menyetujui utang ini setelah menerima Surat Permohonan yang ditandatangani Surat Menteri Keuangan No. S-370/MK.06/2002 tanggal 14 Nov 2002. Kemudian pada tanggal 10 Desember 2002, ADB menyetujui permohonan utang tersebut. Menteri yang sudah menjabat sebagai Wapres ini pun terus mengupayakan agar maksud dan tujuan utang ini terealisasi.


Implikasi besar dalam jangka pangang dari program JKN dibiayai oleh utang adalah pelayanan kesehatan kita belum merdeka. Kemerdekaan hanya baru secara fisik yang telah diraih pada tanggal 17 Agustus 1945. Aspek pembangunan untuk mengisi kemerdekaan tersebut, kenyataannya masih terjajah tanpa kecuali pembangunan di bidang kesehatan. Memang sangat menyedihkan bahwa negara ini dipimpin oleh orang-orang yang memperbanyak utang. Program JKN yang sangat baik harus kita hadapi dengan buah simalakama. Kita tolak secara keseluruhan, berarti membiarkan masyarakat miskin tidak mendapatkan haknya atas pelayanan kesehatan. Kita terima, berarti ikut serta mensukseskan berjalannya utang negara yang sangat mencekik.


Atas dasar ini semua, saya lebih menawarkan opsi untuk menunda implementasi BPJS Kesehatan. Kebijakan JKN baru bisa dilaksanakan secara keseluruhan, apabila pemerintah konsisten dan komitmen dengan amanah UU Kesehatan yang mengharuskan minimal 5% anggaran belanja untuk pembangunan kesehatan. Jika APBN 2014 sulit untuk dirubah maka setidaknya implementasi JKN dilaksanakan pada awal 2016, setelah pemerintah merealisasikan anggaran belanja untuk kesehatan sebesar 5% dari total APBN. Setahap demi setahap, pemerintah daerah juga didorong untuk berkomitmen dengan anggaran kesehatan sebesar 10% dari total APBD. Saya yakin, universal health coverage tetap akan mampu tercapai di tahun 2019.




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/25/kebijakan-sjsn-dan-bpjs-dibiayai-oleh-utang-luar-negeri-613980.html

Kebijakan SJSN dan BPJS Dibiayai oleh Utang Luar Negeri | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar