harga genset honda

Catatan Kampanye; Determinsime Geographis



Dalam sosiologi ada istilah determinisme geographis. Yaitu dimana kharakther dan sifat sekelompok masyarakat dipengaruhi oleh kondisi geographis yang melingkupinya. Seperti masyarakat pesisir yang mempunyai kharakter berbeda dengan masyarakat pegunungan. Yang satu sering diidentikan dengan masyarakat terbuka, toleran dan egaliter. Sementara satu lagi karena berada di gunung yang minim informasi, dianggap masyarakat tertutup, sulit di pengaruhi dan memiliki corak bahasa yang berundak usuk atau hierarkhis


Entah benar atau tidak, salah seorang teman pengkaji ilmu sosiologi pernah menguraikan kenapa orang batak mempunyai volume suara tinggi bila berbicara sedangkan orang Sunda volume suaranya rendah. Menurutnya itu karena kondisi geographis perumahan di masing-masing wilayah.


Orang batak karena mendiami wilayah yang sangat luas, dan masing-masing memiliki lahan yang luas, hingga jarak antara tetangga berjauhan. Ditambah dengan hembusan angin yang cukup kencang maka komunikasi antar tetangga sering dilakukan dengan setengah berteriak. Sementara orang sunda karena hidup di areal yang cukup padat dan memiliki lahan sedikit, maka perbincangan antar tetangga tidak perlu dilakukan dengan nada berteriak karena jarak antar tetangga sangatlah dekat. Entah benar atau tidak


Determinisme geographis ini juga saya temukan dalam perjalanan kampanye saya. Ceritanya di sela perjalanan panjang berhari-hari, ada kesempatan mengunjungi pengajian di salah satu desa di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung yang berada di sisi Situ Cileunca (Danau Cileunca). Menurut ustad yang mengantar saya katanya pengajian di daerah ini rutin dan banyak dikunjungi masyarakat sekitar. Mereka tidak hanya bisa menjadi konstituen tapi juga bisa menjadi mesin politik


Singkat kata setelah menempuh rute ke Pangalengan yang menanjak dan berkelok-kelok serta jalan desa yang sempit dan tak beraspal, maka sampailah saya dan teman-teman ke masjid tempat pengajian dimaksud. Entah kami datang terlalu cepat atau memang jamaah yang datang terlambat, kami sempat menunggu lama kedatangan jamaah. Sampai pada akhirnya para jamaah datang, maka pengajian pun dimulai. Tidak lupa sang Ustadz memperkenalkan nama saya dan maksud kedatangan saya ke pengajian itu. Selesai pengajian, maka dimulailah dialog dengan Ibu-ibu peserta pengajian


Hal yang cukup mengganjal teman-teman adalah peserta pengajian itu tidak lebih dari 10 orang. Bagi teman-teman tim sukses yang menargetkan memperoleh puluhan ribu suara tentunya jumlah pengajian ini sangat lah sedikit dan tidak mumpuni. Sementara bagi Ustad pengasuh pengajian, jumlah ini juga jumlah yang tidak biasanya. Menurut dia biasanya jamaah yang datang berlipat dibanding jumlah yang hadir.


Selidik punya selidik ternyata jumlah pengajian kali ini sedikit disebabkan cuaca di Pangalengan. Kata Ibu-Ibu kalau sedang musim kemarau jumlah pengajian memang akan sedikit berbeda ketika musim hujan. Ini karena kalau di masa kemarau air di Situ Cileunca akan surut makanya masyarakat punya kesempatan untuk bercocok tanam. Jadi daripada menghadiri pengajian maka lebih baik bercocok tanam.


Sementara ketika musim hujan, debit air di Situ Cileunca menaik sehingga masyarakat tidak punya kesempatan untuk bercocok tanam. Karena tidak bisa bercocok tanam, maka mereka punya waktu untuk pergi mengaji. Entah ini disebut determinisme iklim atau determinisme geographis yang jelas ternyata jumlah jamaah pengajian pun tergantung musim kemarau atau musim hujan


Sepuluh dan Puluhan Ribu


Melangkah pulang salah satu anggota tim menyatakan kekecewaannya. Menurutnya pertemuan kali ini seperti mubazir membuang energi dan waktu. Target meraih puluhan ribu suara tetapi hanya bisa bertemu dengan sepuluh orang jemaah pengajian. Tanpa bermaksud menghibur atau menggurui saya mengkoreksi pandangan teman tersebut.


Pada dasarnya, ujar saya, masa depan itu sesuatu yang tidak pasti. Kita tidak akan pernah tahu masyarakat mana yang akan memberikan dukungan suaranya pada kita. Tidak ada jaminan seribu orang yang kita temui akan memberikan suaranya penuh kepada kita dibanding sepuluh orang yang kita temui. Lagi pula seribu tidak akan pernah menjadi angka seribu bila kurang sepuluh. seribu memang angka yang sangat besar tetapi bukan berarti kita mesti menegasikan sepuluh orang. Kata orang China perjalanan seribu langkah tetap mesti dimulai dari satu dan dua langkah.


Untuk meyakinkan kembali supaya tidak menyesal dan bersyukur, saya ingatkan teman saya tentang prinsip orang arab yang mengatakan “Baidhotul yaumi khairun min dajajatil ghaddi” telur hari ini lebih baik daripada ayam esok hari. Tidak ada gunanya kita memimpikan bertemu dengan seribu orang tapi itu nanti dan tidak jelas. Lebih baik kita bisa bertemu dengan sepuluh orang tapi itu sekarang, nyata dan bukan angan-angan. Apalagi ini politik, semuanya mesti kita kerjakan bukan diimpikan



Bandung, 25-11-2013



Delianur


Calon Anggota Legislatif DPR RI 2014-2019


Partai Amanat Nasional


No Urut Caleg 5


Daerah Pemilihan Jabar 2


Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/25/catatan-kampanye-determinsime-geographis-612790.html

Catatan Kampanye; Determinsime Geographis | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar