MUNGKIN tidak banyak orang mampu bertahan hidup ditengah meningkatnya kebutuhan dan pertumbuhan ekonomi seperti Kota Cirebon ini.
Dari sebuah gang kecil di kawasan Cangkring Tengah Kecamatan Kejaksan Kota Cirebon. Ditengah rumah mewah berdinding kokoh, terdapat satu rumah petak kecil dihuni oleh nenek tua bernama Masniah.
Rumah nenek Masniah lokasinya tidak jauh dari pusat perbelanjaan terbesar di Cirebon yakni Grage Mall Cirebon. Dinding yang terbuat dari tembok yang pengap dan bau karena tak ada ventilasi udara. Sehingga rentan terhadap berbagai macam penyakit bagi penghuninya.
Atapnya tak lagi layak untuk menjadi pelindung dan tempat berteduh. Serta genteng yang tak lagi mampu menahan derasnya air hujan maupun sengatan matahari.
Nenek Masniah tinggal bersama suaminya Karjuyun dan ponakannya Suryadi. Nenek tua kelahiran 1911 itu, kini memasuki usia 102 tahun. Di dalam rumah, terdapat berbagai perabotan yang sudah tak terpakai.
“Sebelumnya saya tinggal di daerah Pekalangan tapi saat itu rumah saya terbakar dan tidak ada kejelasa. Saya pun saat itu masih ikut orang tua pindahan di rumah yang saya huni ini di Cangkring Tengah,” ingatnya.
Dari sorotan matanya, terpancar harapan dan keinginannya untuk tetap bertahan meski kondisi ekonomi dan rumah yang dihuninya sangat tidak layak.
Tubuhnya yang kecil dan semakin membungkuk, tidak membuat dirinya patah arang untuk selalu mensyukuri nikmat dari hasil kerja kerasnya berjualan makanan khas Cirebon Nasi Lengko.
“Saya tidak punya anak, bahkan saya mungut anak untuk saya besarkan hingga sekolah. Yang tinggal dirumah ini cuma saya, suami dan ponakan,” tutur nenek usai berjualan nasi lengko, Selasa (12/11/2013).
Nenek tua kelahiran Cirebon ini masih tegar menghadapi terpaan zaman yang perlahan mulai mengikis sejarah dan memori indahnya semasa muda. Saat ini, Masniah hanya mengandalkan hasil dari penjualan nasi lengkonya tiap hari.
Sementara suaminya, Karjuyun yang berprofesi sebagai tukang potong rambut emperan, tak bisa diandalkan. Pendapatannya, menjual nasi lengko dalam satu hari pun tak menentu.
Jika sedang sepi, Ia pun harus menerima dengan lapang dada hasil penjualan Rp15 ribu per hari. Jika nasi lengkonya sedang ramai, pendapatan Masniah pun hanya mencapai Rp25 ribu per hari.
“Suami saya cuma tukang potong di pinggir jalan nak. Sering sekali sepi dan tidak dapat pelanggan karena sudah banyak salon,” tuturnya sembari berkaca-kaca.
Ia pun masih memiliki angan-angan memiliki rumah yang sederhana dan layak huni. Namun, apadaya, kemampuannya mencari nafkah tak sebandin dengan usianya yang semakin tua.
Namun, baginya, hidup yang sangat sederhana ini, merupakan bagian dari rasa syukurnya kepada sang pencipta. Meski dalam hatinya, Ia ingin menikmati masa tuanya dengan kondisi yang seperti ini.
“Saya mau benerin rumah tapi tidak punya uang. Kalau bocor dan banjir saya berteduh dirumah tetangga sambil menunggu hujan reda,” kisahnya. (Noer Panji Prayitno)
0 komentar:
Posting Komentar