harga genset honda

Pak Ogah dan Ibu Penjual Telur


Bila anda seumuran dengan saya atau mungkin lebih, pasti kenal dan tahu siapa itu Pak Ogah. Dulu sewaktu saya masih SD, Pak Ogah selalu menemani saya tiap hari minggu pagi di TVRI. Seiring berjalannya waktu Pak Ogah pergi entah kemana. Mungkin Pak Ogah sudah jadi pejabat Negara, anggota dewan atau mungkin menjadi TKI di luar negeri. Whatever-lah…, karena begitu banyaknya stigma buruk tentang Pak Ogah, saya pun jadi malas mencari tahu apakah dia masih hidup atau mungkin sudah mati. Pengalaman pertama saya berjumpa langsung dengan Pak Ogah terjadi sekitar tujuh tahun yang lalu, tepatnya tahun 2006, di Jakarta.


Waktu itu Jakarta sedang dilanda banjir. Kebetulan saya berboncengan dengan seorang teman mencoba menerobos banjir karena takut terlambat sampai tempat kerja. “Siapin uang ribuan ntar km kasihkan Pak Ogah yang di depan..”, kata teman saya. Pak Ogah…? Mana…? Banjir-banjir begini masak ada syuting…? Saya terus bertanya dalam hati sambil jelalatan mencari sosok lelaki tua berkepala botak. Tidak ada. Sampai akhirnya saya tahu kalau Pak Ogah yang dimaksud adalah lelaki yang sedang mengatur lalu-lintas tapi bukan polisi. Ups…, ternyata Pak Ogah sudah operasi plastik menjadi sosok yang lebih muda dan gondrong. Bila dulu hanya cepek sekarang seribu. Wajar, setelah melewati masa-masa sulit krisis ekonomi tentu biaya beban hidupnya juga bertambah.


Pagi saya berangkat kerja. Sudah lima tahun saya tidak lagi tinggal dan kerja di Jakarta, jadi tidak pernah khawatir akan adanya banjir. Setelah sempat terlupakan dari ingatan saya kini figure Pak Ogah hadir kembali dalam hari-hari saya. Adanya pembangunan proyek pelebaran jembatan menjadikan arus lalu-lintas harus memakai sistem buka tutup agar semua bisa berjalan lancar. Pak Ogah dengan sigap mengatur jalan sambil membawa kotak sumbangan untuk menerima uang recehan sebagai tanda jasa dari para pengguna jalan, dari pagi sampai malam. Saya perhatikan mereka hanya meminta kepada para pengguna mobil saja itu pun juga sukarela tanpa paksaan.


Suatu pagi, entah mimpi apa semalam, kok ndelalah saya diajak seorang teman untuk ikut naik ke mobilnya. Saya bangga dengan kesuksesan teman saya ini. Ketika sudah mendekati jembatan, saya keluarkan selembar dua ribuan untuk Pak Ogah. “Dah, ga usah. Ntar mereka tuman…!!”, kata teman saya tiba-tiba. Tuman dalam bahasa Indonesia berarti ketagihan. Suatu pagi lagi, ban motor saya bocor setelah melewati jembatan yang sedang dibangun tersebut. Sambil menunggu tambalan ban selesai, saya masuk ke sebuah warung berniat untuk sarapan sekalian. Di sebelah saya tampak seorang bapak-bapak sedang sarapan juga bersama seorang wanita. Dilihat dari seragam dan warna plat mobilnya pastilah dia seorang pejabat. “Mbak, kembaliannya kasih receh aja ya buat ngasih mas-mas yang ngatur jalan di jembatan…”, pinta si ibu pada Mbak pemilik warung. “Ngapain kasih-kasih uang pada mereka. Paling hanya buat mabuk-mabukan nantinya. Tampangnya aja preman gitu, kumel. Kalo mau duit ya kerja…!!!”, hardik sang bapak pada si ibu.


Pagi ini saya ketika saya melintasi proyek jembatan lagi, di antara lalu-lalang deretan mobil-mobil mewah, seorang ibu dengan keranjang di motornya tiba-tiba menepi dan berhenti. Dia mengambil sesuatu dari keranjangnya, ternyata telur asin, ada sekitar sepuluhan lebih butir telur yang dia masukkan ke dalam plastik kresek. Tangannya melambai pada Pak Ogah sambil berkata, “Mas, ni buat sarapan…”. Pak Ogah muda membungkukan badan berterima kasih sambil berucap, “Makasih banyak ya Bu, semoga Ibu selalu diberi kesehatan, umur panjang, dan rejeki yang melimpah…”.


Saya membayangkan jika seandainya mereka para Pak Ogah yang ada di jembatan memakai baju yang necis, berkulit bersih dengan potongan model rambut yang rapi mungkin teman saya yang sukses dan bapak pejabat kemarin akan menghargainya. Memberikan sesungging senyuman sebagai tanda mereka sama, sedang bekerja. Ada jasa yang terlihat dari Pak Ogah, karena memberi hanya pantas untuk mereka yang sederajad.





sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/15/pak-ogah-dan-ibu-penjual-telur-611073.html

Pak Ogah dan Ibu Penjual Telur | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar