Syarat yang harus dipenuhi oleh desa, jika ingin mendapatkan prasarana fisik tahun berikutnya, maka sarana fisik yang telah dibangun tiga tahun sebelumnya, kondisinya harus pada kondisi 70%. Tujuannya, agar desa memiliki kepedulian, untuk memelihara kondisi fisik yang telah mereka bangun. Sekilas, pendapat ini, seakan bagus dan ideal, tetapi jika dilihat pada kondisi riel dilapangan, pendapat itu, sesuatu yang berlebihan dan hampir tidak masuk akal.
Mengapa berlebihan dan tidak masuk akal? Jika system Pemeliharaan masih seperti yang ada saat ini. Meminta sesuatu yang berlebih, jika tidak dibarengi dengan perbaikan system, maka, itu merupakan keniscayaan. Tidak masuk akal, dan mengada-ada yang pada akhirnya, akan mengajarkan masyarakat desa untuk melakukan pembohongan pelaporan pada sarana fisik yang mereka bangun. Artinya, meskipun kondisinya riel tidak pada angka 70%, mereka akan tetap melaporkannya pada angka 70% demi keberlangsungan dan kepastian diperolehnya sarana fisik untuk tahun berikutnya.
Lalu bagaimana idealnya Team Pemeliharaan dibentuk, agar angka kondisi fisik 70% dapat terpenuhi dan masuk akal, tanpa melakukan pembohongan laporan? Untuk itulah tulisan ini dibuat.
Selama ini, Team Pemeliharaan dibentuk pada saat Musyawarah Desa Serah Terima (MDST). Artinya, ketika Team Pengelolaan Kegiatan (TPK) menyelesaikan pekerjaannya dan menyerahkan hasil pekerjaannya pada masyarakat, maka setelah itu, dimulailah kerja keras tidak berkesudahan dilakukan oleh Team Pemeliharaan. Sekilas, tidak ada yang salah dalam masalah ini, karena setelah semua selesai, maka dimulailah era Pemeliharaan. Tetapi, sesungguhnya, disinilah titik kritis kesalahan itu terjadi. Ibarat sebuah pesta, ketika pesta itu usai, maka Team Pemeliharaan, kebagian kerja keras, mencuci piring dan gelas kotor yang terjadi selama pesta.
Bagaimana jika, selama proses pekerjaan TPK, fisik yang mereka bangunan tidak memenuhi standar tekhnis? Apakah kelak Team Pemeliharaan yang harus menanggungnya atau memperbaikinya? Bagaimana jika pra pekerjaan fisik, TPK melakukan kesalahan, apakah juga Team Pemeliharaan akan menanggungnya atau memperbaikinya? Kalau semua jawaban dari pertanyaan diatas ‘iya’, maka gambaran ketika pesta usai, Team Pemeliharaan kebagian membersihkan piring dan gelas kotor adalah benar. Lalu darimana semua dana perbaikan itu diperoleh? Bukankah anggaran untuk Team Pemeliharaan itu tidak ada. Maka mulailah, semua masalah muncul, sedangkan solusinya tidak pernah tuntas, maka ujung-ujungnya, dibuatlah laporan pembohongan yang menyatakan kondisi sarana-prasarana pada angka 70%.
Untuk menjawab seluruh masalah diatas, maka solusi yang saya tawarkan adalah sebagai berikut;
Satu, hendaknya, Team Pemeliharaan dibentuk pada proses Musyawarah Desa Sosialisasi (MDSos). Artinya, sejak awal itu, Team Pemeliharaan sudah dilibatkan dalam setiap kegiatan yang mengarah pada pekerjaan fisik. Misalnya, ketika pekerjaan fisik melewati daerah yang rawan longsor, meskipun TPK atau FT atau Team verifikasi menyetujui, tetapi dengan pertimbangan, kelak akan sulit memeliharanya, maka Team Pemeliharaan berhak untuk menolaknya. Demikian juga dengan masalah desain, ketika misalnya TPK, FT dan Team Verifikasi, menyetujui elevasi sebuah jembatan, tetapi mengingat elevasi yang ditentukan itu akan berakibat fatal ketika banjir puncak lima tahunan akan menenggelamkan jembatan, maka Team Pemeliharaan wajib untuk menolaknya.
Dua, hendaknya, sejak awal sudah dicanangkan besarnya biaya Pemeliharaan, nominal maksimum berapa saja boleh, tetapi minimumnya harus ditentukan nilainya. Tugas menentukan besaran nilai ini, mesti dilakukan oleh Spesialisasi Tekhnis. Seperti misal, jika yang dibangun jalan Telford, maka untuk setiap panjang tertentu, nilai minimal Pemeliharaannya pada angka tertentu pula. Atau, ketika membangun Jembatan dengan bentang tertentu, maka nilai minimal biaya Pemeliharaannya tertentu pula. Demikian juga untuk bangunan yang lainnya, seperti Madrasah, MCK, Jembatan Besi dll. Tugas FT, memastikan nilai minimal itu terpenuhi, tugas desa memastikan nilai minimal itu ada dan dimasukan pada rekening Team Pemeliharaan, yang pada kurun waktu tertentu diaudit oleh desa dan disetujui oleh FK.
Tiga, pada setiap tahap kegiatan fisik, Team Pemeliharaan dilibatkan, hal ini dimaksudkan agar, Team Pemeliharaan dapat mengingatkan TPK, akan akibat yang timbul kelak, jika TPK tidak melakukan pekerjaannya dengan benar. Misalnya ketika membuat TPT, maka Team Pemeliharaan memiliki kewajiban menegur TPK jika tidak membuat suling-suling air. Atau jika pada pekerjaan Bangunan madrasah, Team Pemeliharaan memiliki kewajiban menegur TPK, jika meletakan kuda-kuda tidak pas pada kolom, atau pada pekerjaan bendungan, Team Pemeliharaan memiliki kewajiban menegur TPK jika tidak membuat pondasi pada kedalaman tertentu atau sudut tempiasan air tertentu. Atau pada pekerjaan Rabat beton, Team Pemeliharaan memiliki kewajiban menegur TPK, jika adukan beton yang dikerjakan tidak sesuai dengan speks Tekhnis yang telah ditentukan.
Keempat, jika pada saat pelaksanaan fisik itu, Team Pemeliharaan telah mengetahui persis apa yang telah dikerjakan oleh TPK, maka menjadi kewajiban bagi FT dan FK melatih Team Pemeliharaan untuk mengerti dasar-dasar ilmu tekhnis yang benar dan bagaimana cara melakukan maintenance pada fisik yang mengalami keausan, sedangkan tugas FK,mengajarkan Team Pemeliharaan bagaimana membuat laporan keuangan dari pekerjaan maintenance yang dilakukan oleh Team Pemeliharaan.
Kelima, menjadi kewajiban desa untuk membuat Perdes tentang Pemeliharaan sarana yang telah dibuat, misalnya dengan harus membayar berapa bagi jenis-jenis tertentu kendaraan yang melewati jalan yang menjadi tugas Team Pemeliharaan, atau juga membuat aturan, bahwa bagi warga yang dimuka rumahnya ada pekerjaan yang menjadi tanggung jawab Team Pemeliharaan, menjadi tugasnya juga untuk memelihara sarana-prasarana demikian. Atau membuat aturan untuk melakukan kegiatan gotong royong pada hari-hari tertentu dan pada tempat-tempat tertentu.
Jika, kelima point diatas dapat dilakukan dan ditaati pelaksanaannya, maka kewajiban untuk menilai sarana yang dibangun pada angka 70% adalah masuk akal dan tidak mengada-ada, dan untuk selanjutnya, laporan yang dilakukan dapat terhindar dari laporan pembohongan demi mendapat sarana fisik untuk tahun berikutnya.
Tetapi, jika system Pemeliharaan masih seperti yang sekarang berlaku, saya khawatir, PNPM-MPd hanya membuat aturan yang mengawang-awang, tanpa kemungkinan untuk dipenuhi dan ujung-ujungnya, mengajarkan masyarakat desa untuk pandai berbohong dan merekayasa sesuatu dalam konteks negative.
0 komentar:
Posting Komentar