Jika pada lima tahun yang lalu masih ada segmen berita khusus yang memuat tentang kejadian kriminal di bangsa ini, maka beberapa tahun ini program tersebut sudah jarang adanya. Kalaupun ada, sifatnya mendalami suatu kasus dalam sekali tayang.
Penyebutan oknum dulu lebih sering kita dengan dari program berita kriminal. Ada oknum guru, oknum guru ngaji, oknum PNS, oknum anggota, oknum pelajar, oknum pejabat daerah dan oknum lainnya. Mereka melakukan hal yang tidak hormat, dan diberi gelaran dengan diksi yang tidak enak.
Oknum adalah orang yang gagal mempertanggungjawabkan tugasnya. Tugas guru adalah mendidik, bukan mencabuli siswinya ke dalam bilik; Tugas aparat adalah menjadi pembangun bangsa, bukan perusak citra bangsa; Tugas pelajar adalah belajar, bukan menghajar.
Dalam akhir segmen sebuah berita kriminal, co-anchor menyisipkan sebuah pesan moral : “Kejahatan terjadi bukan karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah!! Waspadalah!!”.
Kini, oknum bukanlah istilah tabu lagi asing bagi indra pendengaran kita. Intensitas penyebutannya lebih sering, dan bukan dalam segmen berita kriminal yang memalukan. NKRI dibangun dengan susah payah, dengan keringat dan darah bertumpahan sebagai saksi buta, dan bambu runcing sebagai andalan utama, rusak citranya karena kelakuan oknum.
Korupsi dan budaya saling tolong-menolong dalam keburukan-lah penyumbang terbanyak yang melahirkan oknum. Tidak ada kebohongan yang berdiri sendiri, dan tidak ada korupsi yang terjadi tanpa kerjasama atas dan bawah, juga kanan kirinya.
Sampai dajjal muncul pun, tidak ada tempat untuk oknum. Jangan biarkan mereka mengorganisir gerakannya, berkumpul untuk membentuk negara dalam negara. NKRO : Negara Kesatuan Republik Oknum, akan terbentuk karena kita tidak peduli dengan pelanggaran yang mereka lakukan, memakluminya dan tidak ada social punishment yang membuat mereka kapok untuk menjalankan program keoknumannya. [asg]
0 komentar:
Posting Komentar