harga genset honda

Buchtar Tabuni, Pemimpin Kharismatik yang tak Visioner



1384532366578257406

Buchtar Tabuni



Pandangan umum yang bilang bahwa Papua serba terbelakang rasanya sudah tidak pas. Saat ini Papua merupakan daerah dengan tingkat PRDB yang besar. Data BPS pada tahun 2008 saja menyebutkan bahwa PDRB Provinsi Papua masuk urutan ke 5 dan Provinsi Papua Barat urutan ke 9 dari 33 Provinsi. Peringkat tersebut saya yakin akan terus meningkat, pasalnya perhatian Pemerintah Indonesia begitu besar, karena semangat pembangunan Indonesia Timur menjadi fokus Pemerintah. Kalau dibilang rakyat Papua masih miskin, itu hanya permasalahan pemerataan saja. Seiring dengan pembangunan dari berbagai aspek, pemerataan itu akan segera terwujud. Dari aspek pendidikan, Papua juga sudah mengalami kemajuan fasilitas pendidikan yang sangat lengkap. Ditambah dengan kebijakan afirmatif, orang asli Papua yang sudah selesai melaksanakan pendidikan akan diprioritaskan dalam penerimaan pekerja baru.


Lalu lintas keluar masuk orang dari dan ke Papua sudah sangat tinggi. Hal itu menjadi salah satu indikator bahwa Papua bukan merupakan daerah terbelakang. Kemajuan teknologi juga sudah menyentuh masyarakat di pedalaman. Rakyat sudah bisa mengakses dunia melalui fasilitas Internet, begitu juga sebaliknya dunia bisa melihat Papua melalui internet. Telpon genggam bukan merupakan barang mewah lagi di Papua. Sudah terdapat siaran televisi lokal di Papua, menunjukkan dari aspek kemajuan telekomunikasi.


Sumber Daya Manusia Papua juga sudah maju. Banyak putra Papua yang sudah menunjukkan prestasi di tingkat Nasional bahkan International. Dari sisi kepemimpinan, semua Kab/ Kota di Papua sudah dipimpin oleh putra-putri terbaik Papua. Di tubuh TNI dan Polri, putra putri terbaik Papua juga menunjukkan prestasinya, bahkan ada yang menjadi Jenderal. Yang tak kalah membanggakan beberapa sukses menjadi menteri negara, yang artinya satu tingkat lagi sudah bisa menjadi Presiden.


Suatu saat bukan tidak mungkin, negara Indonesia yang sangat majemuk ini dipimpin oleh Presiden asal Papua, tidak lagi hanya Jawa atau tokoh asal Sumatera dan Sulawesi. Kemajuan demokrasi di Indonesia menjanjikan hal tersebut. Lihat saja dunia telah berubah, Barrack Obama yang merupakan keturunan warga kulit hitam sukses memimpin negara super power Amerika Serikat.


Salah satu tokoh muda yang memiliki potensi untuk berprestasi asal Papua adalah Buchtar Tabuni. Dia merupakan seorang pemimpin yang disegani di kalangannya, sangat kharismatik. Setelah berhasil membentuk dan memimpin Komite Nasional Papua Barat, saat ini dia memimpin Dewan Nasional Papua Barat atau Parlemen Nasional Papua Barat. Dia seorang organisatoris yang sangat baik, cakap dalam memimpin, mampu mengkader generasi yang lebih muda untuk menjadi pemimpin baru. Kecakapannya untuk memimpin diiringi sikap tegas tanpa basa-basi. Orasi Buchtar Tabuni mampu membangkitkan semangat ribuan pemuda Papua dalam setiap aksi unjuk rasa. Namun sangat disayangkan, energi yang dimiliki Buchtar Tabuni salah arah. Dia pemimpin kharismatik yang tidak memiliki visi yang benar. Saat ini, Buchtar Tabuni memandang bahwa kemerdekaan Papua akan membawa hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan tetap menjadi salah satu Provinsi di Indonesia.


Kenapa pandangan Buchtar Tabuni tersebut perlu dikritisi? sangat sederhana bahwa posisi Papua menjadi bagian dari Indonesia lebih strategis apabila dibandingkan dengan menjadi sebuah negara sendiri. Bandingkan saja dengan Papua Nugini, negara yang berbatasan langsung dengan Provinsi Papua. Dilihat dari segala aspek, Papua lebih maju. Sebuah laporan dari Australia menyebutkan bahwa, Papua Nugini diambang kebangkrutan ekonomi dan sosial karena disebabkan tingginya angka kriminalitas. Tentunya kondisi Papua Nugini dapat menjadi cerminan bagi Papua apabila memilih untuk menjadi negara sendiri.


Memang setiap kelompok masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan kemerdekaan. Dasarnya adalah pasal tentang zelfbeschikkingsrecht , yaitu hak penentuan nasib sendiri, yang merupakan suatu prinsip pokok dalam hukum internasional modern (jus cogens ), yang mengakar pada Piagam Atlantik 1941. Pasal ini memang menyatakan bahwa semua kaum-kaum manusia mempunyai hak untuk menentukan pemerintahannya sendiri, tapi tidak pernah dinyatakan bagaimana caranya. Artinya, pemerintahan sendiri bisa saja diartikan sebagai berdiri sendiri, federasi atau otonomi? yang pada intinya memberikan hak untuk mengelola dirinya sendiri.


Mencermati yang terjadi di Papua, hak untuk menentukan nasib sendiri tersebut sepenuhnya sudah terpenuhi. Pepera 1969 yang dilaksanakan menggunakan sistem perwakilan atas persetujuan PBB sudah menetapkan bahwa Papua bagian dari Indonesia. Dalam perjalanannya, semangat memajukan Papua telah melahirkan kebijakan otonomi khusus bagi Papua. Bahkan sudah ada political will dari Pemerintah Pusat untuk memberikan Otonomi Khusus Plus. Dikatakan Plus, karena ada semangat untuk lebih mengoptimalkan pembangunan Papua ke depannya. Diperkirakan 25 tahun ke depan Papua akan sangat jauh lebih maju dibandingkan Papua Nugini dan negara-negara yang tergabung di Melanesian Spearhead Group.


Selain itu, sejalan dengan perkembangan global, tatanan dunia terus bergerak dan berubah. Muncul kecenderungan negara-negara di dunia untuk membentuk blok atau blokvorming. Namun bukan seperti zaman perang dingin yang membentuk blok atas dasar permusuhan. Blokvorming di era modern lebih mengedepankan sifat kerjasama. Memang demikianlah dampak dari globalisasi, dimana batas-batas antar negara menjadi kabur. Dibutuhkan sebuah hubungan kerjasama, karena dunia ingin maju bersama. Lihat saja Uni Eropa yang membangun kekuatan ekonomi politik, ASEAN mulai menyusul menjadi kekuatan global, Mercosur gabungan dari negara-negara Amerika Latin dan banyak fenomena pembentukan blok negara-negara yang terjadi di abad modern. Di sisi lain staatsvorming atau pembentukan negara baru sudah tidak relevan, fenomena itu terjadi hanya pada zaman penjajahan. Membentuk negara baru juga tidak seindah yang dibayangkan, Timor Leste dalam indeks kegagalan negara yang disusun oleh Fund for Peace, sebuah organisasi penelitian independen di Washington mengatakan bahwa Timor Leste berada pada urutan ke-20 dalam kategori berbahaya. Hal yang sama juga terjadi dengan Sudan Selatan. Negara-negara baru yang terbentuk dari perpecahan memiliki kesulitan untuk tetap eksis. Sekarang semangatnya bukan lagi untuk berpisah, tetapi bersatu untuk berkembang bersama.


Buchtar Tabuni, dan generasi muda Papua yang masih mengusung ideologi Papua Merdeka harusnya sadar akan visi dunia ke depan. Bahwa kesalahan generasi tua yang membentuk Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah ketidakmampuan melihat tatanan global yang utuh. Pasalnya seorang pendiri gerakan Papua Merdeka, Bapak Nicholas Jouwe saja sudah menyatakan penyesalannya. Setelah berjuang sekian lama keliling dunia, hingga memasuki hari tua dia menarik kesimpulan, perjuangan kemerdekaan Papua adalah perjuangan untuk lepas dari kemiskinan, kebodohan, kesehatan yang tidak layak dan berbagai ketertinggalan lainnya yang dialami orang Papua. Dan bersama Indonesia lah semua itu dapat dicapai rakyat Papua. Karena berdiri sendiri seperti Papua Nugini hanya akan membuat rakyat Papua menjadi sengsara. Posisi strategis Papua akan lenyap begitu saja apabila lepas dari Indonesia, seperti halnya negara-negara di Pasifik Selatan yang tergabung dalam Melanesian Spearhead Group. Dari berbagai aspek mereka tertinggal dari negara-negara kawasan sekitarnya.


Sekarang zamannya sudah modern, jendela dunia semakin terbuka. Generasi muda Papua jangan hanya berpikiran sempit berpikir bahwa dunia ini hanya Papua. Mereka, orang-orang yang sukses asal Papua, menteri, anggota DPR, pejabat publik, cendekiawan, pegiat sosial, dokter, insinyur dan dalam profesi lainnya, semuanya sukses karena mampu untuk menciptakan visi yang baik dan benar. Semangatnya sama, untuk membangun Papua mencapai kesejahteraan, menjunjung demokrasi yang bermartabat, dan menciptakan perdamaian.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/15/buchtar-tabuni-pemimpin-kharismatik-yang-tak-visioner-609760.html

Buchtar Tabuni, Pemimpin Kharismatik yang tak Visioner | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar