Besok (Selasa, 19/11) pagi dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Kompleks Parlemen, Senayan - Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengutus tiga menteri, yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Muhammad Hatta Rajasa, Menteri Perindustrian (Menperin) Mohammad Suleman Hidayat, dan Menteri Perhubungan (Menhub) Evert Erenst Mangindaan, untuk menjawab/menjelaskan alasan Pemerintah mengeluarkan beleid mobil murah.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskannya dalam surat tertanggal 18 November 2013 kepada Ketua DPD Irman Gusman. “Memenuhi permintaan Saudara Ketua DPD, bersama ini kami sampaikan jawaban/penjelasan Presiden atas pertanyaan anggota DPD tersebut, kami menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perhubungan untuk hadir mewakili dan sekaligus memberikan penjelasan bila ada pertanyaan mengenai permasalahan dimaksud pada Sidang Paripurna DPD tanggal 19 November 2013.”
Dalam suratnya, Presiden memberikan perhatian dan apresiasi atas penggunaan hak bertanya para senator atau anggota DPD ihwal kebijakan moda transportasi kendaraan bermotor roda empat yang hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) atau low cost green car (LCGC). Andi Mappetahang Fatwa alias AM Fatwa menggalang hak bertanya para senator kepada Presiden dan menyampaikannya di Sidang Paripurna DPD tanggal 25 Oktober 2013. Total jenderal 96 senator meneken lembaran hak bertanya.
Selaku senator asal Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, ia berinisiatif untuk menggunakan hak bertanya anggota DPD mengingat wilayahnya tergolong yang terdampak parah akibat kebijakan mobil murah. Apalagi, beberapa gubernur, walikota, dan pemerintah daerah menolak beleid itu dan menyebutnya bukan sebagai solusi, sebab justru makin memperparah kemacetan lalu lintas, serta memperburuk kualitas udara dan menurunkan derajat kesehatan masyarakat, selain kontraproduktif dengan kebijakan transportasi massal di kota besar yang belum memiliki moda transportasi publik yang terintegasi.
Presiden menindaklanjuti surat Ketua DPD tertanggal 31 Oktober 2013. Dalam surat kepada Presiden, Irman menjelaskan hak bertanya para senator itu merupakan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan Pasal 232 huruf a Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). “Hak bertanya tersebut disampaikan oleh 96 anggota DPD dari seluruh provinsi di Indonesia.”
Sehubungan dengan itu, dalam surat yang tembusannya kepada Menteri Sekretaris Negara itu, Irman berharap, para senator dapat memperoleh jawaban/penjelasan resmi Presiden yang penyampaiannya diusulkan dalam Sidang Paripurna DPD tanggal 19 November 2013. Agenda lainnya adalah laporan kegiatan anggota DPD di daerah pemilihan.
Selain Fatwa, di antara 95 senator lain yang meneken lembaran hak bertanya, terdapat tiga nama senator asal DKI Jakarta, yakni Vivi Effendy, Dani Anwar, dan Pardi; Zulbahri Madjid (senator asal Kepulauan Riau), Marhany Victor Poly Pua (senator asal Sulawesi Utara), Cholid Mahmud (senator asal Daerah Istimewa Yogyakarta), Abdul Gafar Usman (senator asal Riau), Sarah Lery Mboeik (senator asal Nusa Tenggara Timur), Ferdinanda Ibo Yatipay (senator asal Papua), John Pieris (senator asal Maluku), Ahmad Farhan Hamid (senator asal Aceh), R Ella M Giri Komala (senator asal Jawa Barat), Nurmawati Dewi Bantilan (senator asal Sulawesi Tengah), Parlindungan Purba (senator asal Sumatera Utara), Instiawati Ayus (senator asal Riau), M Aksa Mahmud (senator asal Sulawesi Selatan), Paulus Yohanes Sumino (senator asal Papua), Emanuel Babu Eha (senator asal Nusa Tenggara Timur), Aida Z Nasution Ismeth (senator asal Kepulauan Riau), I Wayan Sudirta (senator asal Bali), Alirman Sori (senator asal Sumatera Barat), La Ode Ida (senator asal Sulawesi Tenggara), Anang Prihantoro (senator asal Lampung), dan Poppy Susanti Dharsono (senator asal Jawa Tengah).
Rilis Kementerian Perindustrian (Kemperin) tertanggal 24 September 2013 menyebutkan sejumlah alasan pengembangan industri mobil hemat energi dan harga terjangkau buatan dalam negeri seperti situasi ekonomi domestik, situasi free trade area regional, teknologi untuk efisiensi bahan bakar minyak (BBM), membangun industri komponen, pemberian insentif dalam pengembangan industri otomotif nasional, serta investasi, lapangan kerja, dan kemacetan.
0 komentar:
Posting Komentar