harga genset honda

Seorang ‘Sarjana Hukum Nyaleg’ Minta Dicoblos Malah ‘Dihukum’


13849477861892191365

Caleg Golkar membujuk guru PAUD. Ft.Bewe



Kampanye di lingkungan pendidikan dilarang. Memanfaatkan gedung fasilitas umum milik pemerintah juga tidak diperkenankan. Karena tidak tahu apa karena pura-pura bego, seorang caleg nerocos bicara di depan guru Pendidik Anak Usia Dini PAUD, agar di pileg 9 April 2014 memilih dirinya. Setengah didengar setengah diabaikan, caleg itu berbicara lebih kurang 20 menit.



“Nama saya Purwatiningsih,” demikian sang caleg menyapa 80 guru PAUD yang sedang melakukan pertemuan rutin Himpunan Pendidik Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Rabu 20/11/2013. Karena keterbatasan fasilitas, pertemuan itu bertempat di Balai Pedukuhan Putat Wetan, Desa Putst, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul.


“Ibu-ibu bergerak di dunia pendidikan, sementara saya menekuni bidang politik,” kata sang caleg yang konon pekerjaan utamanya adalah pengacara, “maju sebagai caleg dari Partai Golkar dengan no. urut 2, mengambil dapil 2 meliputi kecamatan Patuk, Gedangsari, Ngipar dan Ngawen.”


Memanfaatkan situasi, karena caleg perempuan, dengan cara halus ia membujuk para guuru PAUD, sembari menunjuk minimnya keterwakilan perempuan di legeslatif. Tanpa basa-basi, kartu nama bergambar dirinya pun dibagikan. Pidato politik sang caleg tanpa dibantu pengeras suara.


Caleg tersebut, sebagaimana dituturkan Sutiyani sekalu ketua HIMPAUDI Kecamatan Patuk, kehadirannya tidak diundang. “Saya kaget,” kata Sutiayni, “kok Bu Pur”, demikian dia menyebut, “hadir dalam acara ini.”


Berbilang soal aturan, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2012, Bagian Keempat, Pasal 86 huruf h. menyebutkan pelaksana, peserta, dan petugas kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.


Balai pedukuhan memang bukan tempat pendidikan, tetapi itu fasilitas umum milik pemerintah terbawah. Melihat yang hadir, seluruhnya adalah guru PAUD serta pengelola PAUD. Hemat saya, ini dua pelanggaran sekaligus.


Panwaslu Gunungkidul pernah teriak-teriak soal pelanggaran seperti ini, tetapi tak sanggup menghentikan tindak pelanggaran tersebut. Alasannya macam-macam. Tak ada bukti, tak ada saksi, tak ada laporan, dan seabreg alasan yang lain.


Saya ada bukti, berupa foto, saya ada rekaman suara Sri Purwatiningsih, saya juga banyak saksi. Apa Panwaslu Gunungkidul berani mengambil sikap? Maksud saya apa berani bertindak? Saya apriori. Para caleg terus menggongong Panwaslu pun belagak pilon.


Pelanggaran rerhadap item h. kalau toh mau ditindak ternyata UU No 8 tahun 2012 itu tidak mengatur soal sanksi. Jadi? Pelanggaran pun terus berlanjut.


Yang bisa menghukum caleg seperti Purwatiningsih itu hanya para calon pemilih. Pemilu 9 April 2013 dihitung dari November 2013 masih ada rentang waktu cukup lama. Purwatiningsih sang sarjana hukum, belum sampai waktunya, telah dihukum oleh publik. Indikatornya, kartu nama yang dibagikan siang itu tak dibawa pulang oleh para guru PAUD. Banyak dibiarkan jatuh berserakan di lantai pertemuan.



13849480542093030976

Kartu nama ini dibagikan, tetapi banyak dibiarkkan berserak di lantai




Ha ha ha…… salam pelecehan kartu nama.




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/20/seorang-sarjana-hukum-nyaleg-minta-dicoblos-malah-dihukum-612662.html

Seorang ‘Sarjana Hukum Nyaleg’ Minta Dicoblos Malah ‘Dihukum’ | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar