Tidak percaya, tetapi nyata; SBY mengangkat Ruhut Sitompul menjadi juru bicara (jubir) partai demokrat. Dengan kata lain, Ruhut dipercaya oleh SBY menjadi humas atau penyambung lidahnya dalam menyampaikan informasi seputar partai, sekaligus sebagai peng-counter attack serangan-serangan yang diarahkan kepada partai demokrat. Bersama Ruhut Sitompul, SBY juga mengangkat Ikhsan Modjo, Rahlan Nasidiq, dan Nurhayati Ali Assegaf untuk menjadi team jubir partai.
Ruhut Sitompul selama ini dikenal publik sebagai politisi partai demokrat yang sangat loyal, terutama kepada SBY. Meskipun dikenal sebagai kutu loncat yang suka cari selamat, Ruhut adalah sosok yang siap pasang badan untuk membela SBY dari segala kritikan, hujatan atau serangan “pihak lawan”. Gaya bicaranya yang meledak-ledak dengan pemilihan kata dan kalimat yang hiperbolik disertai “urat malu”nya yang sudah putus, menjadikannya dijuluki “sang penjilat” oleh masyarakat.
Sebelum menjadi politisi, Ruhut Sitompul adalah seorang pengacara dan pemain sinetron. Latar belakang ini membuat Ruhut memiliki elokuensi yang memadai untuk berdebat dan penguasaan watak untuk mematahkan pendapat lawan bicara.
Sebenarnya bagi kebanyakan orang, isi pembicaraan Ruhut saat berdialog atau berargumentasi hanyalah sekedar rangkaian kata-kata yang dimanipulasi dengan pembenaran-pembenaran personalnya dan dibumbui dengan gertakan-gertakan yang memaksa lawan bicara menerimanya. Pada saat dia merasa terpojok karena lawan bicara lebih menguasai fakta untuk mendukung argumentasinya, Ruhut tak segan-segan menohoknya dengan mengungkit masalah pribadi; akibatnya seringkali “perdebatan” dengan Ruhut berakhir dengan saling hujat menghujat.
Tetapi, kelemahan Ruhut tersebut ternyata dianggap sebagai kekuatan oleh SBY yang sehingganya mengangkat Ruhut sebagai juru bicara partai.
Di tengah-tengah terus terpuruknya citra PD dan semakin bertubi-tubinya serangan terhadap partai, SBY harus mencari cara agar kondisi ini bisa diredam. Pada saat yang sama, kader-kader cerdas yang dulu selalu siap menjadi perisai partai semasa kepemimpinan Anas kini satu persatu telah pergi.
Tak ada pilihan lain, “tak ada rotan, akar pun jadi”, SBY pun realistis dan memilih kader-kader yang tersisa. Apalagi SBY tak lagi butuh orang-orang cerdas, SBY hanya butuh orang-orang yang ahli menggertak; selain untuk membuat “ciut” nyali pihak lawan, juga sekaligus untuk menutupi kekurangannya yang peragu, penakut dan tidak tegas.
Kini publik tinggal menunggu apakah pilihan SBY mengangkat Ruhut Sitompul dkk. sabagai jubir partai adalah pilihan tepat dan dapat membantu mengembalikan citra partai; atau sebaliknya, pilihan ini akan bernasib sama seperti saat ia memutuskan menyingkirkan Anas dan memilih dirinya sendiri menjadi ketua umum PD.
Karena yang terjadi, setelah SBY menjadi ketua umum PD, alih-alih citra partai demokrat menjadi baik; tetapi partai demokrat justru terus menjadi “bulan-bulanan” publik dan citra partai juga terus merosot seiring citra dirinya yang semakin memudar.
0 komentar:
Posting Komentar