harga genset honda

Guyonan dan Bullyan,Dulu dan Sekarang


Di pendopo kantor Wakil Bupati tempat daerahku, hamper tiap tahun mengadakan pementasan wayang kulit. Pementasan kesenian yang dari jaman ke jaman semakin sedikit peminatnya terutama anak muda. Satu satunya yang menarik dan banyak mendapat perhatian adalah saat sebuah sesi yang di namakan Goro goro. Sesi ini di isi dengan dialog dialog para punakawan, yaitu Bagong, Petruk, Semar juga Gareng atau kalau dalam beberapa lakon diisi dengan tokoh yang namanya Mbilung. Dialog yang ada lebih banyak keluar dari pakem. Dan dalam kesempatan itu juga, kesempatan bagi dalang untuk memberikan semacam pengarahan, pengumuman atau apa ap yang bersifat tuntunan untuk publik. Dalam sesi ini selalu saja banyak yang merespon. Karena selain dialog para wayang, juga ikut juga beberapa komedian. Biasanya komedian yang ada adalah komedian njawani. Seperti Yati Pesek atau Rabies dan yang lainnya.



Pembicaraan yang ada sangat interaktif, antara dalang dan beberapa komedian itu. Diselingi juga para sinden yang menembang indah. Pada saat itu terkadang guyonan bersifat anarkis karena guyonan yang ada dengan mengolok olok lawan bicaranya. Bahkan bukan olokan fiktif, tetapi eksploitasi fisik juga tidak jarang terdengar. Hasilnya GeRR..Tidak lama terkadang juga ada eksploitasi yang berwarna “biru” hasilnya juga GERR..



Di dalam dunia hiburan elektronik, yang tampil di media televise, beberapa dekade yang lalu, dirajai oleh Srimulat. Gaya banyolannya pun tidak jauh beda. Eksploitasi fisik. Tapi bagi aku pribadi, aku tidak tidak suka dengan gaya banyolan si Tesi yang cenderung ke eksploitasi sex. Selanjutnya muncul grup grup comedian oleh anak anak muda. Sampai ada acara pemilihan grup komedi yang terbaik.. Dulu aku suka grup komedi Miing CS, karena ide banyolannya cenderung lebih cerdas. Tapi lama kelamaan rasanya semakin garing. Dan beberapa tahun yang lalu muncul acara yang dinamakan stand up comedy, di mana para peserta berbicara monolog dengan mengambil tema yang sudah ditentukan. Ada yang bilang stand up comedi itu cara ketawanya orang intelek, karena dibutuhkan pemahaman lebih untuk dapat mencerna dan tahu letak di mana lucunya. Saya setuju dengan ungkapan itu. Karena komedi yang seperti bisa lebih mencerahkan dibanding komedian anarkis.



Di beberapa komunitas, guyon, canda adalah cara efektif untuk merekatkan rasa kebersamaan. Dan biasanya bila sudah merekat gitu, ada yang bisa mentolerir semua bentuk canda. Bahkan mungkin bagi orang lain itu dinamakan pembullyan. Tapi bagi sebagian orang itu enjoy enjoy saja karena, sudah mengerti itu hanya sekedar joke.



Dan saat ini, dunia komedi perlahan memasuki fase baru. Di mana komedi yang ada bukan membikin orang tertawa, tetapi malah meremukkan dada. Komedi yang secara nyata dipraktekkan oleh elite lit negeri ini. Komedi tanpa rasa humor. Apalagi menjelang pemilu ini. Di mana orang yang tadinya tanpa banyak kata, sekarang berebut mic berbicara di media. Ataupun realita realita tak terduga yang menunjukan ironisme yang terjadi seperti di berbagai media massa. Ketika kasus penyadapan Australia Indonesia,semua orang angkat bicara penuh nasionalisme di dadanya. Tapi pada saat bicara tentang anggaran, jabatan dan lainnya,rasa nasionalisme itu pergi entah kemana.



Masih sanggupkah kita tertawa saat seperti menonton wayang? Sedang sekarang ini, kitalah wayang wayang itu yang di bully oleh kenyataan.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/21/guyonan-dan-bullyandulu-dan-sekarang-610152.html

Guyonan dan Bullyan,Dulu dan Sekarang | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar