harga genset honda

Fakta: Provokator Pusing, Masyarakat Tak Mudah (Lagi) Diprovokasi


Hebat… hanya itu yang bisa saya katakan untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Sebagian besar sudah sulit diprovokasi. Akibatnya, para provokator pusing dan terus mencari cara manjur untuk mengubah sikap masyarakat. Berbagai jurus, beragam cara, beraneka kiat mereka cari. Tapi sampai sekarang, provokasi tidak mempan.


Yuk kita kupas sejumlah contoh provokasi yang gagal mengubah sikap masyarakat. Sejauh ini kampanye-kampanye provokasi hanya menyentuh sebagian masyarakat saja, dan tidak mampu mengubah sikap, apalagi menjadikannya sebagai tindakan masyarakat secara umum. Sebuah provokasi akan berhasil jika mampu mengubah sikap, yang kemudian menjelma menjadi tindakan.


Provokasi rusuh kenaikan BBM.

Masih ingat kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu? Setiap kali ada kenaikan harga BBM, masyarakat pasti menolak. Penolakan dilakukan dalam berbagai bentuk, termasuk demonstrasi dan tidak jarang disertai kerusuhan. Pada masa-masa pemerintahan sebelumnya, termasuk pada periode pertama pemerintahan SBY, penolakan terhadap kenaikan harga BBM sangat kuat. Dan sudah pasti, para provokator akan ikut serta didalamnnya, untuk membantu mencapai kepentingannya. Kalau istilah pemerintah orde baru, “menunggangi”.


Namun apa yang terjadi kemarin? Masyarakat ternyata sudah berubah. Tentu berubah menjadi lebih baik. Kenaikan harga BBM memang direspon dengan demonstrasi, namun secara umum demonstrasi berjalan normal. Tidak ada penolakan yang berlebihan dan tidak ada kerusuhan. Luar biasa masyarakat kita ya?! Terjadi perbaikan sikap mental yang drastis untuk hal ini.


Provokasi Upah Minimum Buruh

Isu kenaikan upah minimum menjadi tema yang seksi untuk sebagian provokator. “Bisa ditunggangi,” begitu istilahnya. Setiap tahun, isu ini selalu muncul dan muncul. Yang resah adalah para pengusaha dan juga pemerintah. Nyaris setiap menjelang pergantian tahun, buruh selalu minta kenaikan upah. Diskusi tentu berlangsung antara buruh dan perusahaan. Namun, di luar diskusi tersebut terjadi upaya lain berupa demonstrasi.


Selalu dan selalu, demonstrasi buruh berlangsung ramai karena melibatkan ribuan, bahkan puluhan sampai ratusan ribu orang, di berbagai daerah. Kita sudah sering mendengar demo buruh serentak di banyak kota. Lagi-lagi seksi untuk ditunggangi! Tapi lihatlah apa yang terjadi sekarang? Buruh makin cerdas, buruh makin ciamik gerakannya. Mereka tahu, kekuatan mereka besar, bahkan sangat besar. Mereka tidak rela ditunggangi sembarangan. Buruh hebat. Kalau ada pihak (provokator) yang mau menunggangi mereka, wani piro?! Bukan wani piro bayar membayar, melainkan negosiasi tingkat tinggi. Kalau parpol yang nego misalnya, mereka mau bikin kebijakan apa untuk perbaikan buruh? Cerdas!


Alhasil, banyak provokator yang pusing. Buruh sudah cerdas euy! Nggak bisa diprovokasi seenaknya untuk kepentingan provokator dan kelompoknya. Buruh juga punya kepentingan yang jelas!


Provokasi Rusuh di Negara Lain

Tentu masih segar dalam ingatan kita, apa yang disebut “Arab Spring”. Itu lho pergolakan politik di kawasan Arab, yang mengubah peta politik di sana, berupa penggulingan kekuasaan para penguasa lama. Kita bisa melihat, mendengar dan menyaksikan bagaimana hiruk pikuk perjuangan masyarakat di sana, menghadapi para penguasa tiran. Sukses, sebagian dari mereka sukses menggulingkan penguasa. Meski hasil akhirnya tidak seperti yang diharapkan, karena gontok-gontokkan masih terus berlanjut setelah penggulingan kekuasaan tersebut. Yang sekarang masih terjadi, di Suriah…


Lihatlah pula di Indonesia. Sejumlah kalangan (saya tidak berani sebut mereka provokator deh ya, hehe) berusaha membanding-bandingkan kondisi di Timur Tengah itu, dengan kondisi di Indonesia sekarang. Kerapkali muncul pertanyaan yang sengaja dilontarkan, “Mungkinkah yang terjadi di sana menular ke sini?” Sebuah pertanyaan tendensius. Sebuah pertanyaan tapi juga seperti harapan buat mereka.


Bagaimana respon masyarakat? Wah, yang ini sih masyarakat harus diacungi 2 jempol, deh. Responnya dingin. Provokator tidak berkutik menghadapi respon dingin masyarakat tersebut. Sebagian besar masyarakat memang peduli dengan apa yang terjadi di Timur Tengah. Namun, mereka sudah hebat dalam berpikir sehat. Yang terjadi di sana, terjadilah. Di sini lain lagi. “Kami sudah mengalaminya tahun 1998 lalu…” begitu kata sebagian yang lain. Isunya sudah basi. Cerdas memang masyarakat kita sekarang.


Namun, meski masyarakat sudah lebih cerdas dalam berpikir dan bertindak, masih ada 2 PR yang harus diselesaikan. Walaupun saya yakin, lambat laun PR ini bisa juga selesai, karena cara berpikir masyarakat terus berkembang makin baik.


Rusuh Pilkada

Nah, mungkin ini yang masih menjadi PR buat masyarakat kita. Meski prosentasenya kecil, yaitu di bawah 20 pilkada yang rusuh (bandingkan dengan jumlah pilkada yang lebih dari 500), tapi kondisinya cukup merisaukan juga. Biasanya pilkada yang rusuh terjadi di kota-kota yang agak jauh dari pusat pemerintah propinsi. Jika seorang calon kalah dan merasa dicurangi, maka para pendukungnya membuat onar, rusuh, bakar membakar dan lain sebagainya. PR nih, karena yang menjadi provokatornya adalah si calon yang kalah itu, hehe. Repot.


Rusuh Atas Nama Agama

Ini juga masih jadi PR buat masyarakat yang cerdas. Masih ada sekelompok orang yang mengatasnamakan agama, dan mau menang sendiri. Dia tidak diprovokasi, melainkan memprovokasi diri sendiri untuk berbuat rusuh, keras dan sejenisnya jika ada kelompok lain yang tidak sepaham dengannya. Hanya untuk kelompoknya saja, karena provokasi jenis ini untuk masyarakat yang lebih luas, berkali-kali gagal juga.

Yuk, makin cerdas dalam berpikir dan bertindak!



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/18/fakta-provokator-pusing-masyarakat-tak-mudah-lagi-diprovokasi-611779.html

Fakta: Provokator Pusing, Masyarakat Tak Mudah (Lagi) Diprovokasi | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar