harga genset honda

ARB ‘Neteng Kursi Cawapres’ Seperti Laiknya Menjajakan ‘Pisang Goreng’


Partai Golkar seolah sedang bingung. Indikasinya Abu Rizal Bakri (ARB) lirak lirik cari orang yang mau digandeng maju nyawapres. Sementara Jusuf Kalla (JK) melangkah santai merapat ke PKB. ARB sukses, Golkar tepuk tangan. JK berhasil, Golkar berbusung dada. Ini Politik Belah Semangka. Tetapi di mata publik, Golakar tidak lebih dari pedagang asongan.



Tidak tanggung-tanggung, orang pertama yang dibujuk untuk menemani ARB masuk ke Istana 2014 mendatang adalah Sukarwo, Gubernur Jawa Timur. Padahal ARB tahu persis, kalau Sukarwo ini kader Demokrat. Sebuah langkah aneh, dihitung dari logika politik. Barangkali hanya terjadi di Indonesia, seorang pucuk pimpinan parpol merangkak, nyaris merengek, ke kader partsi lain.



Gk habis pikir, yang ada di benak ARB itu apa sebenarnya. Sukarwo pastinya menolak dengan dua alasan mendasar. Pertama Sukarwo terlanjur didukung oleh 8 juta suara lebih. Sukarwo bertanggungjawab membangun Jawa Timur di lima tahun ke depan. Kedua, Sukarwo adalah kader partai berlambang mercy. Tentu saja untuk melangkah ke Istana ada mekanisme yang harus dilalui. Dan tentu saja itu tidak semudah yang dipikir ARB.



Lebih na’if, gagal membujuk Sukarwo. ARB merayu Khofifah Indar Parawansa. Celaka, Khofifah hanya menyampaikan terima kasih atas tawaran dari pimpinan Golkar untuk menjadi Cawapres mendampingi ARB alias Ical pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, sebagaimana dilansir TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA.



Golkar di bawah kepemimpinan ARB, dalam hal nyapres, seperti ayam babon mencari ‘petarangan’, alias mencari tempat untuk bertelor. Bingung ke sana kemari gak dapat-dapat. Habis dari Khofifah mau ngincer siapa lagi? Langkah seperti ini, ternyata tidak ada dalam khasanah perpolitikan. Ulah ARB menunjukkan, bahwa Golakar tidak punya kader militan yang layak menjadi pemimpin negara.



Sementara itu Jusuf Kalla (JK) yang defacto de jure, masih anggota partai berlambang beringin, malah lenggang kangkung menrapat ke PKB. Perkara harus berkompetisi dengan Mahfudz MD, dan Bang Haji Oma Irama itu soal kecil. JK, Si Kumis Tipis ini tak kurang akal untuk melumpuhkan kedua tokoh tersebut.



ARB maju dari Golkar, dan JK pilih membeli karcis di kereta kelas ekonomi PKB, hitung-hitungan tetap ada keuntungan. Siapapun yang menang, Golkar mustahil terpelanting dari arena pemerintahan. Kerugiannya, ini yang mungkin fatal, Golkar bakal terjerembab, karena massa pendukungnya terbelah. Resiko yang ditanggung: baik ARB maupun JK tak bakalan memperoleh tiket ke Istana.



Poitik belah semangka rasanya tak lazim. Di dunia, kiranya baru terjadi di Indonesia. Dan itu dilakukan Partai Golkar di masa kepemimpinan ARB. Lebih mengherankan, orang-orang Golkar bahkan secara blak-blakan menyatakan bangga karena JK nyapres melalui PKB.


Mengadopsi pikiran Asmadji AS Muchtar, Dosen Pascasarjana UII Yogyakarta dan Unsiq Wonosobo, langkah ARB ini merupakan indikator koalisi mentah. D i titik ini Golkar sebagai partai besar berubah menjadi partai ‘kacangan’ . Kursi cawapresnya dijajakan ke mana-mana. Eloknya, ARB begitu pede membawa Golkar seperti layaknya pedagang asongan.


Soeharto, Akbar Tanjung, bahkan Jusup Kalla, tidak pernah berfikir bahwa kursi cawapres dari Golkar harus diperlakukan seperti yang ARB terapkan menjelang tarung di 2014. Sebuah trend yang benar-benar konyol .



sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/18/arb-neteng-kursi-cawapres-seperti-laiknya-menjajakan-pisang-goreng-611782.html

ARB ‘Neteng Kursi Cawapres’ Seperti Laiknya Menjajakan ‘Pisang Goreng’ | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar