harga genset honda

Robohnya Gereja Kami dan Surat Nabi Kepada Biarawan Kristen


Air mata Benlina Ompunsungu (36 thn) mengalir deras, saat melihat mobil alat berat merobohkan tembok gereja yang beru dipugar tiga bulan terakhir. Sesekali, perempuan bertubuh mungil itu terlihat mengais sisa-sisa reruntuhan tembok dalam gempalan tangannya.


Boru Lina, begitu ia akrab disapa, adalah satu dari ratusan jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan di Desa Taman Sari, Kec. Setu, Kab. Bekasi. “Kami hanya ingin beribadah, kami bukan penjahat,” ujarnya saat melepaskan pasir dalam genggamannya.


Peristiwa pembongkaran paksa Gereja HKBP di Bekasi adalah satu dari sekian banyaknya kasus intoleransi dan pelanggaran kebebasan beragama. Setiap tahunnya, kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama semakin meningkat berdasarkan laporan dari “The Wahid Institute”, “Setara Institute”, dan “Kontras”.


Dalam laporan Kontras terakhir, tertanggal 20 Maret 2013, kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia disimpulkan menjadi tiga bagian. Pertama, angka kekerasan yang bertahan tinggi. Tercatat ada 700 lebih peristiwa kekerasan di Indonesia, dengan korban mencapai 2000 orang lebih sepanjang tahun.


Kedua, kelompok minoritas dengan mudah menjadi korban kekerasan. Baik itu minoritas keetnisan, keagamaan, minoritas politik hingga minoritas ekonomi.


Ketiga, dari semua peristiwa yang menghasilkan penderitaan dan kerugian, tidak ada upaya pemulihan atas hak-hak korban dan masyarakat. Tindakan hukum nyaris nol besar. Kalaupun ada, upaya tersebut sangat selektif; setelah mendapatkan desakan publik dan media.


Bukti-bukti laporan Kontras sangat dengan mudah ditemui di lapangan. Di atas telah dikemukakan contoh dari korban minoritas keagamaan. Mirisnya, bahkan yang seagama pun, namun berbeda paham, kerap mendapat perlakuan yang melanggar kebebasan beragama.


Sebagai contoh ialah kasus yang menimpa Jamaah Ahmadiyah. Kompas, pada 5 Februari 2013, melaporkan bahwa di Nusa Tenggara Barat (NTB), Jamaah Ahmadiyah telah hidup lebih dari 7 tahun di pengungsian di Asrama Transito. Banyak anak yang lahir dan dibesarkan di pengungsian.


Di Manis Lor, Kuningan, Jawa Barat, menurut laporan Kantor Berita Radio 68H (7 Maret 2013), sekitar 400 warga Ahmadiyah dipersulit dan ditolak menikah di KUA hanya karena “label” sesat dari MUI. Mereka divonis non muslim.


Kekerasan terhadap minoritas keagamaan tidak hanya menimpa warga Ahamdiyah, melainkan juga terhadap warga Syiah. Pada 26 Agustus 2012, perkampungan warga Syiah di Sampang, Madura, diserang. Satu orang dikabarkan tewas. Rumah-rumah dibakar. Ironisnya, justru pimpinan Syiah Sampang, Tajul Muluk, yang diganjar vonis penjara selama 4 tahun.


Potret suram diskrimasi juga berlanjut hingga kepada non muslim. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Yasmin, Bogor, dicabut oleh Wali Kota yang dulu mengeluarkannya. Juga terhadap gereja HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi, yang setiap kebaktian dilempari air coberan, kotoran hewan, hingga air rendaman jengkol. Tragisnya, pada misa Natal, 24 Desember 2012, para jemaatnya dihalang-halangi agar tidak melaksanakan kebaktian di lokasi Gereja mereka.


Selaku muslim, saya mengutuk dan menyesalkan adanya penyerangan terhadap rumah ibadah non muslim dengan dalih apapun. Sejarah dalam Islam memberi bukti bahwa Islam lebih memiliki kedekatan ketimbang Yahudi. Selain itu, Nabi Muhammad Saww juga pernah menulis surat kepada biarawan gereja St Catherine Monastery, Bukit Sinai, Mesir.


Surat yang diberi nama “Piagam Anugerah” itu diberikan oleh Nabi Muhammad Saww kepada seorang delegasi Kristen yang mengunjungi Nabi di Madinah pada tahun 628 M.


Dalam surat itu, Nabi menegaskan bahwa tidak ada paksaan bagi mereka dalam beragama. Selain itu, Nabi melarang tegas merusak rumah-rumah ibadah mereka. Sekaligus menjamin keselamatan mereka dan menyatakan mereka sebagai kawan terdekat bagi kaum muslim. Bahkan seorang wanita Kristen yang menikahi pria muslim diperbolehkan oleh Nabi untuk mengunjungi gerejanya untuk beribada selagi wanita itu belum berkehendak memeluk Islam.


Agaknya, di tengah-tengah kekerasan beragama yang tengah melanda Indonesia, maka “Piagam Anugerah” Nabi Saww ini wajib untuk kita ketengahkan kembali, untuk kita renungkan bersama. Benarkah tindakan intoleransi mereka itu telah berdasarkan Islam, dan mencontoh Nabi Saww? Satu pertanyaan yang wajib kita tanyakan kepada pribadi masing-masing sebelum melakukan tindakan yang melanggar konsep dasar Islam sebagai agama yang “Rahmat lil A’lamin”.


Gitu aja koq repot!


Salam pentungan.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/19/robohnya-gereja-kami-dan-surat-nabi-kepada-biarawan-kristen-610829.html

Robohnya Gereja Kami dan Surat Nabi Kepada Biarawan Kristen | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar