Saya belum tahu persis, apa sebetulnya yang terjadi.
Tapi kalau memang kebijakan Kompasiana Baru akan diterapkan, bahkan mungkin sudah. Saya protes keras . Lho kok ?
Awalanya saya membaca artikel mas Gunawan tentang warna merah, bagi yang belum terverifikasi. Bagi saya sebetulnya hal itu tidak menjadi masalah betul, toh memang kenyataannya, saya belum terverikasi. Saya berpikir untk nrimo ing pandom. Yach, saya sudah berusaha untuk melengkapi data yang bisa saya kirimkan. Namun karena mungkin saya gaptek, atau entah karena apa, sampai sekarang status saya tetap belum terverikasi.
Hal itu tidak menjadi hambatan bagi untuk tetap melanjutkan keinginan saya belajar menulis dan bersahabat dengan semakin banyak orang dan beragam jenis keahlian.
Namun setelah membaca artikel mas Hendra Wardhana, tentang Kompasiana Baru, saya terhenyak.
Kalau hal itu diterapkan dan dilanjutka, bukan lagi saya merasa menjadi warga kelas dua, di Kompasiana karena belum terverifikasi, yang bagi saya sudah tidak menjadi masalah. Tetapi dengan pola, mempertegas dengan entah warna atau apapun namanya, itu menyudutkan saya sebagai warga asing di Kompasiana. Apa karena saya pernah Menulis di Langit. Menorehkan Hujan. Dan punya rencana Menulis di Darat, Menangkap Halilintar.
Saya jadi ingat, kebijakan pemerintah dulu, yang memberi simbol pada KTP kawan kawan tertentu. Pada era reformasi, simbol itu dihilangkan.
Nah, ini kok Kompasiana Baru malah mau mengulang kebijakan pemerintahan represif itu. Apa pun alasannya.
Bagi yang setuju, silahkan saja. Karena toh hal itu, tidak akan mengurangi kebebasan menulis. semau aturan tetap seperti semula. Hanya beda warna saja.
Menjadi Warga Kompasiana Kelas Dua, bagi saya tidak masalah, dengan status belum terverifikasi.
Tetapi menjadi Warga Asing Kompasiana, saya tidak setuju. Untuk itu saya protes. Bukan hanya protes biasa.
Protes Keras Pada Kebijakan Kompasiana Baru!
0 komentar:
Posting Komentar