harga genset honda

Batu Pipikat dalam Bubur Asyura Masyarakat Kelua


Tanggal 10 Muharram merupakan salah satu hari yang istimewa dalam masyarakat Banjar di Kaliantan Selatan. Hari tersebut di kenal dengan nama “Hari Asyura”.


Pada masyarakat Banjar Hari Asyura diperingati melalui sebuah tradisi yang khas, yaitu dengan memasak bubur beras yang karena khusus hanya dimasak pada hari tersebut maka disebut dengan “Bubur Asyura”.


Peringatan hari Asyura ini biasanya dilaksanakan pada setiap musholla/langgar, dan dilaksanakan oleh ibu-ibu jamaah di sekitar musholla/langgar tersebut.


Tradisi hari Asyura ini biasanya sudah dimulai pada satu hari sebelumnya. Dimana ibu-ibu berkeliling dari ruah ke rumah untuk mengumpulkan beras sebagai bahan utama dalam membuat bubur Asyura.


Kegiatan memasak bubur asyura ini biasanya mulai dilaksanakan setelah sholat dhuhur, di halaman musholla/langgar, dan dilakukan secara bergotong-royong. Pada dasarnya bubur asyura ini tidaklah berbeda dengan bubur beras biasa, namun dalam pembuatannya ditambahkan beberapa jenis sayuran seperti labu kuning (waluh), bayam, daun katu, nangka muda, serta daging ayam yang dipotong kecil-kecil.


Dalam masyarakat Banjar yang tinggal di daerah Kelua (terletak di Kabupaten Tabalong, meliputi tiga kecamatan Banua Lawas, Kelua, Muara Harus dan Pugaan) tradisi ini mempunyai keunikan tersendiri, yaitu bubur dimasak dengan hanya menggunakan satu kawah (wajan besar), dan selain sayuran dalam bubur tersebut juga di tambahkan dua buah kerikil putih yang berbentuk bundar dan sudah dicuci sampai bersih.


Batu kerikil ini disebut “Batu Pipikat” sebab dipercaya dapat memanggil banih (bulir padi) sehingga hasil panen orang yang mendapatkannya menjadi melimpah. Bagi yang beruntung menemukan kerikil tersebut dalam cedokan bubur di piringnya, batu kerikil tersebut diletakkan di dalam tempurung kelapa/mangkok yang diisi penuh dengan gabah dan disimpan di dalam Kindai (lumbung tempat menyimpan padi).


Setelah matang, bubur tersebut di bacakan do’a oleh imam musholla/masjid dan selanjutnya dibagikan kepada seluruh warga untuk langsung dinikmati atau disantap saat berbuka puasa.


Keunikan lainnya adalah bubur tersebut ketika disantap menggunakan sendok khusus yang berasal dari daun kelapa. Daun kelapa dipilih yang lebar dan berwarna hijau, kemudian dipotong runcing pada kedua ujungnya dengan ukuran panjang kira-kira sejengkal dengan tetap mempertahankan lidinya.


Tradisi bubur asyura tersebut hingga kini masih kuat tertanam dalam masyarakat Banjar, baik yang berada di Kalimantan Selatan ataupun komunitas masyarakat Banjar yang berada di daerah lain seperti di Sumatra.


Bubur Asyura adalah representasi dari semangat persaudaraan dan tradisi lokal yang terbalut dalam perayaan hari besar keagamaan.



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/18/batu-pipikat-dalam-bubur-asyura-masyarakat-kelua-608924.html

Batu Pipikat dalam Bubur Asyura Masyarakat Kelua | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar