harga genset honda

Pejah Gesang Nderek Ulama


Akhir-akhir ini banyak muncul cap taklid buta kepada seseorang yang benar-benar patuh dan nurut kepada seorang ulama atau guru agamanya. Mereka menganggap taklid buta adalah sebuah hal yang menyimpang, alasannya karena tidak boleh menjadikan seseorang sebagai rujukan utama untuk mencari ilmu agama selain Al-Quran dan Hadis. Mereka itu biasanya menyemboyankan diri dengan kembali ke Al-Quran dan Sunnah.


Secara istilah ilmu fiqh taqlid berarti mengerjakan suatu aktifitas (amal) dengan bersandarkan kepada fatwa seorang mujtahid (baca: pribadi yang telah memiliki kemampuan untuk menyimpulkan hukum dari sumber aslinya), yang dalam hal ini biasa disebut ulama, Habib, Kyai, Ustad, dan sebutan sejenisnya.


Jika dinalar saja, untuk merujuk ke Al-Quran dan Hadis tentu saja seseorang harus benar-benar tahu terjemah dan makna yang terkandung didalamnya. Tapi mengetahui terjemah dan makna Al-Quran dan Hadis yang berbahasa arab merupakan sesuatu pekerjaan yang tidak bisa dibilang mudah khususnya bagi kebanyakan warga Indonesia yang kesehariannya tidak menggunakan bahasa arab.


Bahkan pernah saya baca dalam suatu rujukan, bahwa untuk bisa mempelajari Al-Quran dan Hadis, seseorang harus punya setidaknya 13 dasar keilmuan, yaitu diantaranya Bahasa arab dan tata bahasanya (nahwu dan sharf), Ilmu Logika (Mantiq), Ilmu sastra Arab (Balaghah, Ma’aniy, Badiy’ dan Bayaan), Tafsir dan Ulumul Quran, Fikih baik diantara ulama Syiah dan Ahlussunnah sebagai perbandingan, Ushul Fiqh, serta Hadis dan hal-hal yang berhubungan dengannya (Mushtahlahul hadis, Rijaal dan Diraayah). Bukan perkara mudah tentunya.


Guna mensiasati kesulitan belajar terjemah dan makna Al-Quran serta Hadis inilah akhirnya seseorang bertaklid kepada seorang mujtahid, ulama atau guru agama (Kyai, Habib, Ustad, dll). Tentu tidak sembarang orang yang mereka taklidi sebagai guru agama.


Jadi kalau digambarkan, orang-orang awam itu seperti layaknya seorang anak kecil yang belum bisa membaca, mereka tentu belajar dengan mencari guru dengan bersekolah misalnya. Di sekolah, oleh guru diajari baca, karena memang tidak tahu dan belum bisa baca serta tidak punya kemampuan untuk belajar membaca sendiri, mereka nurut saja sama sang guru.


Begitulah kira-kira gambaran seseorang yang bertaklid buta kepada seorang mujtahid, ulama, atau guru (Habib, Kyai, Ustad). Apakah yang mereka lakukan salah? Menurut saya tidak, karena ketidak mampuan mereka belajar sendiri, mau tidak mau mereka harus nurut belajar sama guru mereka. Bahkan taklid yang banyak orang awam Indonesia lakukan itu sebenarnya ada dasar atau dalilnya, seperti Firman Allah SWT dalam Surah an-Nahl ayat 43 yang artinya: “Dan tanyakanlah kepada ahli dzikir jika kalian tidak tahu”.


Bahkan surat Al-Fatihah yang notabenya merupakan surat pertama dalam Al-Quran juga menganjurkan manusia untuk bertaklid atau mengiikuti jalan para ulama sebagaimana tertulis dalam surat Al-Fatihah ayat 6-7 yang artinya “Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (jalan) mereka yang sesat.”


Bunyi Al-Fatihah ayat 6-7 menunjukan bahwa ikutilah jalan ulama yang bisa diartikan bertaklidlah kepada ulama. Jika memang taklid atau mengikuti ulama tidak diperbolehkan, harsnya bunyi Al-Fatihah ayat 6-7 adalah Tunjukilah kami jalan yang lurus.(yaitu) jalan Al-Quran dan Hadis. Nyatanya tidak begitu, Allah memahami kelemahan manusia dalam mempelajari Al-Quran dan Hadis sehingga dari pada belajar sendiri nanti malah salah, dianjurkanlah untuk ikut ulama atau dengan kata lain bertaklidlah kepada ulama.


Jadi tidaklah bisa disalahkan kalau ada pepatah Jawa Pejah Gesang Nderek Ulama yang artinya Mati Hidup ikut Ulama. Karena melalui ulama, sejatinya kita bisa tahu isi Al-Quran dan Hadis, jadi secara tidak langsung pepatah tersebut bisa dimaknai Mati Hidup ikut Al-Quran dan Hadis. (Amin)



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/22/pejah-gesang-nderek-ulama-613253.html

Pejah Gesang Nderek Ulama | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar