Kemarin sore, ibu mertua tetanggaku meninggal dunia. Tetanggaku ini, sebut saja mbak M, seorang ibu rumah tangga dan suaminya bekerja di sebuah bengkel. Tapi jangan tanya rumahnya seperti apa. Besar dan cukup mewah dengan perabot yang tergolong mewah pula menurutku. Lalu apa hubungannya dengan meninggalnya si mertua?
Rumah dan perabot yang mewah tadi, rupanya hasil penjualan tanah milik suaminya yang merupakan anak satu-satunya yang artinya si ibu mertua juga berhak memperoleh bagian. Si ibu mertua tinggal juga bersama mereka, namun ditempatkan di sebuah bilik di belakang rumah mewah tadi. Setiap hari masak nasi sendiri, sedang sayur dan lauknya diantar dari si menantu. Tak ada uang jajan dari menantu, hanya sesekali dari sang anak lelaki. Tak diperbolehkan keluar rumah dan bergaul dengan tetangga lainnya karena malu dengan ibu mertuanya yang dianggap jelek. Padahal namanya orang tua ya sudah pasti akan jadi jelek karena keriput dan ompong.
Seminggu terakhir, si ibu mertua sakit hingga berjalan saja sampai ngesot. Pada awalnya tak dibawa ke dokter hingga tiga hari berikutnya barulah dibawa ke dokter dan akhirnya meninggal dunia sore kemarin.
Lain mbak M lain cerita dengan mbak N. Ibunya kebetulan memiliki sedikit cacat di wajahnya yang menurutku ya nggak terlalu mengerikan. Hanya penampilannya memang khas perempuan tua kampung yang sederhana. Suatu kali ia bertandang ke rumah anaknya. Bukannya sering jalan-jalan atau melihat-lihat sekitar seperti biasa dilakukan orang tua atau mertuaku kalau sedang datang, biarpun berhari-hari hanya mengurung diri di rumah. Ketika sempat terlihat menyapu teras rumah, ternyata katanya tak boleh keluar oleh sang anak gara-gara pernah dikira pembantu oleh tetangga yang kebetulan belum mengenalnya. Mungkin mbak N jadi malu karena ia yang dulunya hidup sederhana sekarang telah menjadi orang kaya.
Menurut agama yang saya anut, seorang anak laki-laki meskipun sudah menikah dan bertanggungjawab terhadap anak istrinya, ibu adalah tetap nomor satu. Menyia-nyiakan ibunya karena tekanan istri merupakan dosa besar. Bahkan seorang Al Qomah yang ahli ibadah, harus menghadapi sakratul maut berkepanjangan akibat perbuatannya yang pernah menyinggung hati ibunya. Dan seorang anak perempuan ketika sudah menikah adalah sepenuhnya tanggungjawab suami tetapi tetap menghormati, menyayangi dan tak boleh menyakiti kedua orang tuanya yang telah melahirkan dan membesarkannya. Sedangkan ucapan ‘Ah!’ saja kepada ibu bapak sudah dianggap dosa apalagi dengan menelantarkannya.
Ah, aku jadi teringat ibu dan ibu mertuaku. Bagaimanapun mereka, tetaplah ibu/ibu mertuaku. Aku sayang mereka. Semoga aku sempat membahagiakan mereka dan takkan menjadi anak/menantu yang durhaka. Aamiin YRA.
0 komentar:
Posting Komentar