Katakanlah Jakarta ini amat tak beres. Ya, amat tak beres setak-beres tak-beresnya. Tetapi semua kini sudah tak beres. Jangan hanya lihat soal kemacetannya saja. Korupsi dan ketidak-becusan lainnya. Terjadi di semua daerah. Jadi, jika semua daerah sudah tak beres, siapa gerangan yang harus disalahkan dalam “iklim politik senang menuding dan lempar tanggungjawab ini”?
Sebaiknya jangan lagi ada orang merasa dirinya masih beres. Ini yang tak jujur itu, apalagi yang menuding-nuding itu seorang SBY. Memang betul sekali, SBY itu bukan Presiden RI saja, ia “pemilik” parpol berkuasa, Partai demokrat. Apakah mungkin derajat senangnya otomatis bertambah menuding Jokowi karena ia diketahui pasti adalah seorang kader PDIP yang menggebrak kewibawaan sesiapa yang selama ini merasa dirinya sudah hebat dan sudah amat beres?
Ini memang cerita yang pantasnya dibahas dalam judul “kadar kenegarawanan”.
Illustrasi:Soal macet Jakarta, tanya pak Jokowi. Bukan saya (SBY).
Saya sudah kurus dalam setahun memimpin Jakarta. Tapi ada orang yang makin gemuk saja, dan mau bikin mobil murah lagi untuk menambah kemacetan Jakarta. Para pembantunya makan tidur menggemukkan diri bermodal citra; tapi sayalah yang salah menurut mereka. Siapa yang membuat daerah miskin dan semakin miskin terus? Siapa yang membuat Jakarta bagai gula yang diserbu oleh urbanisan baru? Siapa sih yang kemaren memanfaatkan kesumpekan Jakarta untuk buat proyek pemindahan ibukota, membangun gedung-gedung pemerintahan pusat? Itu bukan Jokwi. Memang saya, Jokowi, sudah mengalahkan banyak orang dalam pemilukada di Jakarta, termasuk jagoannya pak SBY. Kalau beliau sakit hati karena itu, saya mau bilang apa? (Jokowi).
0 komentar:
Posting Komentar