harga genset honda

GELAR PAHLAWAN BAGI PEMBUNUH


Sampai sekarang, 2013, saya masih kebingungan pada gelar “pahlawan”. Ini bukannya hendak membahas gelar kepahlawanan seorang Sarwo Edhie alias ayah kandungnya Ani Yudhoyono yang sedang kontroversial itu dengan sekian nyawa melayang.



Ini lebih kepada persoalan kemanusiaan, hak-hak hidup seorang maupun sekian banyak orang. Dan kepahlawanan berkelas nasional-internasional menjadi sangat mewah bagi sebagian orang.



Mungkin catatan saya ini justru akan ditentang, bahwa pahlawan terpaksa melakukan itu demi kemerdekaan atau demi kejayaan suatu negeri (negara), termasuk Indonesia. Silakan menentang saya, dan saya tidak perlu menjawab dengan komentar. Soalnya, saya bisa semakin bingung, dan ujung-ujungnya gila.



Begini. Saya, secara pribadi, masih tidak mampu menerima sebutan “pahlawan” yang diberikan kepada orang yang sudah menghilangkan nyawa orang lainnya. Terserah pahlawan itu siapa. Terserah pula nyawa orang lain itu adalah penjajah atau musuh sekalipun.



Apanya yang pantas disebut “pahlawan”, kalau ternyata menghabisi nyawa sesama manusia? Bukankah, kata orang beragama, nyawa adalah urusan Tuhan semata? Ataukah, jangan-jangan, agama selama ini cuma kedok untuk melegalkan hal-hal, yang salah satunya adalah menghilangkan nyawa sesama manusia?



Satu cerita yang masih kuat menancap dalam benak saya mengenai “pahlawan” adalah cerita dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia ketika saya SD. Ada seorang pemuda yang berpenampilan fisik penuh luka bakar. Ternyata pemuda itu telah menyelamatkan seorang anak kecil dari musibah kebakaran yang terjadi di rumah anak kecil itu. Pahlawan karena menyelamatkan nyawa.



Bagaimana dengan pahlawan yang menghabisi nyawa orang lain, meski dikatakan “demi nyawa banyak orang lainnya”, dan orang yang akhirnya dibunuh oleh calon penerima gelar “pahlawan” itu hanya melakukan tugas (katanya, prajurit kolonial)?



Lagi-lagi saya masih tidak mampu menerima sebutan “pahlawan”. Membunuh alias menghilangkan nyawa, menurut pemahaman awam saya, tetaplah telah mendului wewenang Tuhan jika memang sesuai dengan ideologi “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu. Lantas, mendapat gelar “pahlawan”?



Saya malah khawatir, bahwa maraknya kekerasan bahkan bunuh-membunuh di Indonesia ini lantaran mereka begitu berambisi mendapat gelar “pahlawan”, entahkah pahlawan bagi komunal (kelompoknya sendiri) ataukah pahlawan secara nasional. Dan, bukankah hal semacam itu justru ‘mendoktrinisasi’ anak-anak muda untuk berbuat hal yang sama?



Barangkali saja otak saya yang tidak beres, selalu kebingungan kepada sebutan bahkan penganugerahan gelar “pahlawan” bagi seorang pembunuh. Ada baiknya saya tidak perlu lagi menulis catatan mengenai gelar “pahlawan” semacam ini.



*******


Balikpapan, 15 November 2013



sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/17/gelar-pahlawan-bagi-pembunuh-608583.html

GELAR PAHLAWAN BAGI PEMBUNUH | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar