Artikel ini saya buat bukan untuk menghakimi satu pihak terhadap pihak yang lain. Judul artikel diatas diambil dari sudut pandang Australia sebagai suatu negara namun tetap saya kritisi sebagai warga negara Indonesia. Tentunya orang-orang di Kompasiana ini sudah kadung tahu kalau hubungan Indonesia dan Australia sekarang ini sedang memanas. Isu penyadapan yang dilakukan oleh Australia terhadap para petinggi negara kita seperti Pak SBY, Ibu Negara Ani Yudhoyono dan orang-orang dalam lingkaran pemerintahan telah menjadikan hubungan mesra selama beberapa tahun tersebut menjadi renggang kalau tak mau dibilang putus.
Dilain pihak, Pemerintah Australia melalui Perdana Mentrinya, Tony Abbott enggan untuk meminta maaf kepada Indonesia. Justru sebaliknya, Australia menuduh Indonesia negara naif dengan mengatakan bahwa Indonesia tahu kalau sadap-menyadap itu hal yang lumrah dan itu sah-sah saja. Lebih dari itu Australia bergeming bahwa sadap-menyadap adalah kegiatan yang sudah lama dilakukan oleh kedua negara, ambillah contoh ketika Timor-Timur masih dalam situasi konflik tahun 1999 lampau, para pejabat militer Indonesia berduyun-duyun “nguping” isi percakapan para politisi Australia dan begitupun sebaliknya. Tak ada yang komplain, itu dianggap biasa.
Namun menurut saya sebagai warga negara Indonesia, langkah pembenaran oleh pihak Australia dalam kasus penyadapan diera ini sudah tak relevan lagi bila ia kaitkan dengan peristiwa masa lalu. Mengapa? Kalaupun benar saya menerima argumen Australia bahwa saling sadap dimasa lalu itu benar, hal yang tak pernah diklarifikasi Australia adalah apakah Indonesia tetap melakukan itu sampai sekarang? Saya yakin sekali itu tidak! Semenjak turunnya Soeharto, militer Indonesia mengalami banyak perubahan, tongkat estafet intelejen dari zaman Soeharto belum tentu berlanjut kezaman selanjutnya, apalagi zamannya SBY. Statement yang mengatakan bahwa Indonesia itu pasti tau karena penyadapan itu dilakukan oleh satu sama lain seolah-olah Australia mau berkata bahwa Indonesia itu “maling teriak maling”.
Bila benar bahwa Australia adalah negara yang bermartabat, langkah yang ia mesti ambil adalah mengklarifikasi tentang isu tersebut, setidaknya menyanggah atau membenarkan kalau itu memang terjadi. Yang terjadi selama ini adalah Australia bergerak didaerah abu-abu, mereka tak membenarkan namun juga tak menyanggah. Kedua, yang mesti Australia lakukan adalah meminta maaf kalau penyadapan itu benar (saya yakin itu 100% benar) dan berjanji tak akan mengulangi kejadian serupa, bukannya mengungkit masa lalu yang sudah kadaluarsa untuk mencari pembenaran yang absurd.
0 komentar:
Posting Komentar