harga genset honda

Catatan Kampanye ; Gesture dan Keisengan Politik


13847437361924285797


Sebagai caleg pemula, saya mesti bekerja keras memahami gesture politik alias bahasa tubuh politik setiap orang. Terlebih gesture politik konstituen yang hendak saya raih menjadi suara untuk diri saya. Ini menjadi sangat penting. Kegagalan memahami gesture politik masyarakat, beserta dinamikanya, akan berimplikasi serius dalam rangkaian kegiatan kampanye. Makanya dalam setiap kesempatan saya selalu membutuhkan seorang teman yang mendampingi untuk merekam semua momen politik dan memberikan interpretasi. Bila kemudian saya bisa memahami gesture politik masyarakat, itu sebenarnya hanya instuisi dan naluri belaka.


Contoh kegagalan saya memahami gesture politik masyarakat terjadi ketika berdialog dengan masyarakat di sebuah desa. Dalam dialog itu muncul anak muda yang menanyakan bagaimana komitmen dan perhatian saya terhadap anak muda. Dengan penuh antusias saya jawab pertanyaan itu panjang lebar. Teori dan praktek nya saya paparkan secara jelas dan gamblang. Untuk lebih meyakinkan, saya tunjukan track record saya di dunia anak muda.


Tidak dinyana itu ternyata bukan permintaan mengurai visi, tetapi ada permintaan lain diluar pertanyaan itu. Ada hidden agenda dari pertanyaan itu. Penanya adalah ketua tim sepakbola di kampungnya yang akan menghadapi kompetisi sepakbola antar desa. Tetapi mereka tidak punya dana untuk membayar biaya pendaftaran dan membeli kostum sepakbola nya. Hal ini baru saya sadari ketika di akhir acara mereka mengajukan proposal permohonan dana dari tim sepakbola nya.


Kegagalan yang cukup membuat diri sendiri malu karena beberapa tahun yang lalu di Fikom Unpad saya pernah diingatkan tentang konsep Meta Komunikasi oleh para dosen. Yaitu suatu strategi komunikasi terselubung. Dimana ketika seseorang menyebut A padahal targetnya adalah B. Seperti orang yang sedang main billiard. Membidik bola di sudut kiri padahal yang dituju bola di sudut kanan.


Kegagalan saya memahami gesture politik masyarakat terjadi dalam tahap-tahap awal bertemu dengan masyarakat. Pada suatu waktu saya berinisiatif mengumpulkan saudara-saudara dan teman-teman saja untuk sosialisasi pencalegan. Karena yang hadir cukup banyak, maka pertemuan pun digelar di masjid selesai pengajian rutin bulanan. Tidak dinyana bila yang hadir diluar perkiraan saya sendiri. Masjid yang biasanya hanya berisi 2-3 shaf hampir full terisi sampai belakang. Ternyata yang hadir tidak hanya saudara tetapi juga masyarakat dari kampung sebelah. Setidaknya ini saya lihat dari jajaran motor yang di parkir di samping masjid.


Begitu pengajian dan pengenalan diri saya selesai dilaksanakan, maka saya dan teman-teman pun mengucapkan terima kasih pada semua hadirin atas keluangan waktu mereka mendatangi undangan saya dan teman-teman. Karena selanjutnya akan diadakan rapat keluarga untuk membahas langkah pemenangan, hadirin pun dipersilahkan untuk pulang. Untuk menghormati para tamu yang datang, saya pun mendatangi mereka satu persatu dan mengantar mereka sampai ke parkiran motor.


Entah apa yang menghalangi mereka untuk pergi, terlihat bila mereka susah untuk meninggalkan lokasi pertemuan. Meskipun merasa terganggu, karena kita akan mengadakan rapat internal keluarga, saya tetap tersenyum dan berdialog basa-basi dengan mereka. Tetapi tetap saja mereka terlihat sangat berat untuk meninggalkan masjid. Matanya celingukan kesana kemari mencari sesuatu yang tidak saya ketahui apa. Meskipun pada akhirnya mereka pergi dari masjid, itu pun membutuhkan waktu yang cukup lama.


Dalam pertemuan internal keluarga itulah saya baru faham kenapa banyak orang yang susah meninggalkan masjid. Itu karena mereka menunggu dibagikannya uang transport. Jadi selama setengah jam lebih mereka berputar-putar dan duduk-duduk di masjid, itu karena mereka mencari siapa orang yang akan memberikan amplop uang transport. Pada saat itu baru saya sadar kenapa ada 1 orang yang pada hari sebelumnya datang ke pertemuan saya di desa sebelah datang juga ke pertemuan kali ini. Ternyata dia menunggu adanya uang transport yang menurut standard nya Rp 50.000/orang.


Nah ngomong-ngomong perihal Rp 50.000/orang saya jadi ingat dengan keisengan teman-teman. Awalnya adalah ketika teman-teman menemukan stiker saya yang sudah di tempel di rumah-rumah ada yang mencabut dan merobeknya. Usut punya usut ternyata yang merobeknya itu salah satu diantara caleg juga. Yang membuat dahi saya berkerut adalah karena yang menyobeknya itu kandidat Caleg untuk DPRD Kabupaten


Lalu saya tanya teman-teman “Naha stiker saya dicabut nya?Kan saya mah caleg jang ka pusat lain ka daerah siga manehna. Kan urang mah lain ancaman manehna meren?” (Kenapa stiker saya dicabut?Bukannya saya caleg ke pusat bukan buat daerah seperti dia. Kan saya bukan ancaman buat dia. Sambil sinis dan setengah marah seorang teman menjawab “Utek jelemana teu nepi kadinya” (otak orangnya gak sampai mikir kesana)


Daripada berlarut-larut mengurus hal seperti itu, meskipun itu sangat menjengkelkan, saya bilang sama teman-teman untuk kembali ke awal. Fokus pada rencana semula dan biarkan saja orang-orang yang berperilaku seperti itu karena hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga. Orang yang merobek-robek stiker saya, juga stiker-stiker orang lain, suatu waktu pasti akan mendapat balasan dan kena batunya.


Ketika saya mengatakan bahwasannya orang yang sudah menyobek stiker kita itu akan mendapat balasan, tidak pernah terpikir ataupun berencana bila balasan yang dimaksud datangnya dari teman-teman saya sendiri. Sampai pada hari-hari berikutnya seorang teman datang menemui saya dengan wajah berseri dan menunjukan roman muka puas. Ketika saya tanya ada apa, berceritalah dia tentang pelampiasan kekesalannya.


Kata teman saya beberapa hari kemarin pelaku yang menyobek-nyobek stiker saya menggelar pertemuanmengundang warga. Mungkin berkait budget juga strategi, yang diundang hanya sekitaran 10 orang. Berarti bila 10 orang tersebut diberi uang transport masing-masing Rp 50.000, maka mesti ada dana minimalnya Rp 500.000 karena diluar itu ada biaya konsumsi dan akomodasi.


Karena masih jengkel dengan kelakuan orang itu yang sudah menyobek-nyobek stiker saya, teman saya tadi menghampiri sekelompok pemuda yang sedang berkumpul dan memberitahu kalau ada caleg yang sedang menggelar pertemuan dan menyentil kemungkinan akan dapat amplop alias uang transport minimal 50.000 per orang. Seolah mendapatkan “mangsa” sekelompok pemuda itu pun pergi menuju tempat yang dimaksud. Tidak cukup menghubungi pemuda itu, teman saya tadi juga menelepon teman-temannya untuk datang ke caleg yang dimaksud dengan iming-iming akan mendapatkan uang Rp 50.000


Jadilah pertemuan caleg tadi menjadi membeludak. Dari yang semula direncanakan hanya 10 orang, peserta pertemuan berlipat menjadi 70 orang lebih. Jadi bila budget untuk 10 orang, dengan asumsi per orang Rp 50.000, hanya Rp. 500.000 maka dengan hadirnya 70 orang budget menjadi berlipat minimal menjadi Rp 3.500.000. Itu baru uang transport belum konsumsi dan akomodasi.


Lalu bagaimana sang caleg ketika mendapatkan “limpahan” warga baru yang tidak dia prediksi?Mungkin karena tidak ada antisipasi sebelumnya baik dalam hal budget dan kesediaan konsumsi, pintu rumah pertemuan tidak dibukakan. Masyarakat yang sudah datang pun kecewa dan teriak-teriak di luar rumah menyatakan kekecewaan mereka pada sang caleg. Berbagai ungkapan keluar seperti ancaman untuk tidak memberikan suara dan kampanye boikot suara di desa itu untuk dia.


Karena keadaan tidak terkendali, dan juga tidak sanggup berhadapan dengan warga, sang caleg tidak berani keluar rumah menemui warga. Sang caleg terus mendekam di rumah dan baru keluar pada pukul 03.00 shubuh. Itupun lewat belakang rumah dengan memakai ojeg sementara mobilnya tetap di parkir di depan rumah. Mirip trik artis ataupun pejabat publik yang menghindari kejaran wartawan sehingga lari lewat pintu belakang


ah politik…


Bandung 18-11-2013



http://www.delianur.com/note/2013/11/catatan-kampanye-gesture-dan-keisengan-politik




sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/11/18/catatan-kampanye-gesture-dan-keisengan-politik-610460.html

Catatan Kampanye ; Gesture dan Keisengan Politik | Unknown | 5

0 komentar:

Posting Komentar